Terkendala izin, Selama 2 Tahun Incenerator Yang Mengahbiskan Dana Miliaran Tidak Pernah Berfungsi

Meranti - SIGAPNEWS.CO.ID, Sebanyak 8 buah Incenerator atau Alat Pengolah Limbah Padat Untuk Medis dengan kapasitas kecil ditemukan tidak berfungsi selama 2 tahun dibeberapa puskesmas Kepulauan Meranti.
Data yang berhasil dirangkum diduga pengadaan Incinerator yang menelan biaya miliyaran itu dibangun tanpa desain dan perencanaan, serta DED. Akibatnya, Incenarator mangkrak, limbah di kelola asal-asalan. Incenerator di operasikan tidak sesuai dengan ketentuan dan izin.
Hal itu dibenarkan oleh Suwardi salah satu kabid dilingkungan Dinas kesehatan yang dihubungi Sigapnews melalui via telfon, Kamis (30/5/19).
" Memang betul incenerator tersebut tersebut tidak pernah difungsikan sejak 2 tahun lalu, hal itu disebabkan Izin yang belum keluar dari pihak terkait".
Disinggung tentang dugaan tidak digunakannya alat incenerator tersebut dikarenakan pengadaannya tidak sesuai spek dan izin emisi limbah B3 serta pengelolahan limbah medis yang diduga tidak sesuai SOP Suwardi mengatakan itu tidak benar dan permasalah limbah itu bukan saya dan silahkan hubungi bidang lain di dinas kesehatan Kepuluan meranti.
Diduga sudah bertahun tahun lamanya Pengelolaan limbah medis padat dan cair di Puskesmas Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti mengabaikan Standard Operating Procedure (SOP).
Meskipun Puskesmas tersebut sudah mendapatkan bantuan alat yang proses pembakaran limbah (incinerator) dari pemerintahan pada tahun 2017 lalu, Namun masih saja pihak Puskesmas Tebing Tinggi diduga tidak melakukan pengolahan sesuai ketentuan.
Berdasarkan penelusuran dan informasi yang di himpin Sigapnews.co.id hingga saat ini sudah memasuki lebih kurang dua tahun, limbah medis Puskesmas masih mengunakan metode lama dengan carah dibuang ke lubang septic tank untuk limbah cair dan limbah padat dibuang ke tempat pembuangan sampah yang berdekatan dengan pemukiman warga serta Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor 1204 tahun 2004 menjelaskan persyaratan pengelolahan limbah medis seperti Limbah Medis Padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi harus dilakukan melalui proses mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse), daur ulang limbah (recycle), serta pemusnahan limbah dengan menggunakan insinerator.
Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun menegaskan bahwasannya limbah medis merupakan salah satu limbah yang dikategorikan berbahaya dan beracun yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan.
Dengan tidak melakukan kegiatan pengelolaan sampah sesuai norma, standar, prosedur, atau kriteria diduga kuat pihak puskesmas diduga kuat talah mengkangkangi Undang-Undang Lingkungan Hidup yang bisa terkena sesuai pidana sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLHâ€). Secara Pasal 60 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLHâ€) Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin, dan Pasal 40 ayat (1) UU Pengelolaan Sampah,maka dapat dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda antara Rp100 juta hingga Rp5 miliar.
**Red/Rio
Editor :Tim Sigapnews