Lingkungan
PVMBG: Ada Indikasi Gunung Agung Bakal Meletus

Gunung Agung di Pulau Bali nampak terlihat dari Puncak Gunung Rinjani di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. saat matahari tenggelam, Senin (14/5/2017).(Foto: Sigapnews/Piter)
SIGAPNEWS.CO.ID | Bandung - Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kasbani mengatakan, Gunung Agung kini dalam pemantauan ketat setelah statusnya naik menjadi Siaga.
Kasbani tidak menampik kemungkinan akan terjadi letusan Gunung Agung.
“Dari tanda ada indikasi ke arah sana,†kata dia soal kondisi Gunung Agung, Senin, 18 September 2017.
“Saya termasuk ikut nunggu ini. Saat peningkatan status ke Level Waspada, kami juga tungguin juga. Ternyata peningkatan aktivitasnya terjadi konsisten, naik terus. Dan makin ke sini makin cepat. Kita enggak tahu kapan terjadinya, hanya Allah yang tahu. Kita hanya membaca tanda."
Menurut Kasbani, letusan Gunung Agung memiliki sejarah letusan eksplosif.
“Tentunya Gunung Agung ini, erupsinya eksplosif saat peristiwa tahun 1963 dulu. Rentetan gempanya begitu cepat, gempanya terus naik, dan timbulnya daerah-daerah panas sekitar itu. Terus uap muncul ke permukaan kemarin sudah terjadi,†kata dia.
Pengamatan visual dari pos pengamatan Gunung Agung di Desa Rendang, Karangasem mendapati adanya embusan solfatara dari dasar kawah setinggi 50 meter dengan intensitas lemah.
Citra satelit Tera dan Aqua milik Nasa yang memantau sejak 1 Januari 2017-17 September 2017 belum mendapati titik api di. Tapi Citra satelit Himawari pada 18 Spetember 2017 pukul 16.00 WITA hinga 17.20 WITA merekam kontras anomali termal berupa asap putih di area puncak Gunung Agung.
Kasbani mengatakan, intensitas kegempaan juga terus meningkat. Sejak lima hari terakhir, kenaikan intenstas kegempaan Gunung Agung naik signifikan.
“Hari ini saja (hingga pukul 10 malam) kegempaan sudah mencapai 240 kali, mulai jam 00.00 sampai sekarang, belum 24 jam. Kemarin hanya 130 kali itu 24 jam,†kata dia.
Menurut Kasbani, Gunung Agung hanya punya rekaman sedikit peristiwa letusannya. Catatan PVMBG, Gunung Agung tercatat sudah 4 kali meletus sejak tahun 1800,yakni tahun 1808, 1821, 1843, serta 1963.
Erupsi terakhir tahun 1963 terjadi sejak tanggal 18 Februari 1963, dan berakhir pada 27 Januari 1964. Erupsi bersifat magmatis. Letusan gunung itu pada tahun 1963 mengakibatkan 1.148 orang meninggal dan 296 orang luka-luka.
Kendati demikian, Vulkanik Indeks letusan Gunung Agung pada 1963 berada di atas peristiwa letusan Gunung Merapi dan Gunung Sinabung.
“Vulkanik Indeks letusan Gunung Agung pada tahun 1963 itu 5. Letusan Merapi itu 4, tapi beda 1 skala itu artinya besar letusannya itu 10 kalinya. Gunung Sinabung itu paling 2 atau 3,†kata Kasbani.
Kasbani mengatakan, eskalasi kenaikan aktivitas Gunung Agung hingga erupsi bisa terjadi sangat cepat.
“Gunung ini beda referensinya dengan Kelud atau dengan gunung-gununbg yang lain karena yang lain it sering kejadian dan berulang. Ini dalam sejarah baru 4 kali letusannya. Dan letusan terbesar itu tahun 1963. Datanya tidak sebanyak gunung-gunung yang lain. Tapi melihat tanda-tandanya, masih tetap konsisten naik terus," kata dia.
Menurut Kasbani, Pos Pengamatan Gunung Agung di Desa Rendeng, Karangasem, berjarak 12 kilometer dari puncak gunung. Saat ini masih berada dalam radius aman.
“Kalau terjadi fasenya awas, mungkin pos ini juga tidak telalu aman. Harus geser. Tapi paling tidak kalau debu abunya kena, tapi kalau untuk menghindari (akibat erupsi) bisa juga kita harus geser,†kata dia.
PVMBG memutuskan menaikkan status Gunung Agung di Bali dari Normal menjadi Waspada (Level II) pada Kamis lalu. Pada Senin (18/9/2017) malam statusnya naik menjadi siaga.(*)
Kasbani tidak menampik kemungkinan akan terjadi letusan Gunung Agung.
“Dari tanda ada indikasi ke arah sana,†kata dia soal kondisi Gunung Agung, Senin, 18 September 2017.
“Saya termasuk ikut nunggu ini. Saat peningkatan status ke Level Waspada, kami juga tungguin juga. Ternyata peningkatan aktivitasnya terjadi konsisten, naik terus. Dan makin ke sini makin cepat. Kita enggak tahu kapan terjadinya, hanya Allah yang tahu. Kita hanya membaca tanda."
Menurut Kasbani, letusan Gunung Agung memiliki sejarah letusan eksplosif.
“Tentunya Gunung Agung ini, erupsinya eksplosif saat peristiwa tahun 1963 dulu. Rentetan gempanya begitu cepat, gempanya terus naik, dan timbulnya daerah-daerah panas sekitar itu. Terus uap muncul ke permukaan kemarin sudah terjadi,†kata dia.
Pengamatan visual dari pos pengamatan Gunung Agung di Desa Rendang, Karangasem mendapati adanya embusan solfatara dari dasar kawah setinggi 50 meter dengan intensitas lemah.
Citra satelit Tera dan Aqua milik Nasa yang memantau sejak 1 Januari 2017-17 September 2017 belum mendapati titik api di. Tapi Citra satelit Himawari pada 18 Spetember 2017 pukul 16.00 WITA hinga 17.20 WITA merekam kontras anomali termal berupa asap putih di area puncak Gunung Agung.
Kasbani mengatakan, intensitas kegempaan juga terus meningkat. Sejak lima hari terakhir, kenaikan intenstas kegempaan Gunung Agung naik signifikan.
“Hari ini saja (hingga pukul 10 malam) kegempaan sudah mencapai 240 kali, mulai jam 00.00 sampai sekarang, belum 24 jam. Kemarin hanya 130 kali itu 24 jam,†kata dia.
Menurut Kasbani, Gunung Agung hanya punya rekaman sedikit peristiwa letusannya. Catatan PVMBG, Gunung Agung tercatat sudah 4 kali meletus sejak tahun 1800,yakni tahun 1808, 1821, 1843, serta 1963.
Erupsi terakhir tahun 1963 terjadi sejak tanggal 18 Februari 1963, dan berakhir pada 27 Januari 1964. Erupsi bersifat magmatis. Letusan gunung itu pada tahun 1963 mengakibatkan 1.148 orang meninggal dan 296 orang luka-luka.
Kendati demikian, Vulkanik Indeks letusan Gunung Agung pada 1963 berada di atas peristiwa letusan Gunung Merapi dan Gunung Sinabung.
“Vulkanik Indeks letusan Gunung Agung pada tahun 1963 itu 5. Letusan Merapi itu 4, tapi beda 1 skala itu artinya besar letusannya itu 10 kalinya. Gunung Sinabung itu paling 2 atau 3,†kata Kasbani.
Kasbani mengatakan, eskalasi kenaikan aktivitas Gunung Agung hingga erupsi bisa terjadi sangat cepat.
“Gunung ini beda referensinya dengan Kelud atau dengan gunung-gununbg yang lain karena yang lain it sering kejadian dan berulang. Ini dalam sejarah baru 4 kali letusannya. Dan letusan terbesar itu tahun 1963. Datanya tidak sebanyak gunung-gunung yang lain. Tapi melihat tanda-tandanya, masih tetap konsisten naik terus," kata dia.
Menurut Kasbani, Pos Pengamatan Gunung Agung di Desa Rendeng, Karangasem, berjarak 12 kilometer dari puncak gunung. Saat ini masih berada dalam radius aman.
“Kalau terjadi fasenya awas, mungkin pos ini juga tidak telalu aman. Harus geser. Tapi paling tidak kalau debu abunya kena, tapi kalau untuk menghindari (akibat erupsi) bisa juga kita harus geser,†kata dia.
PVMBG memutuskan menaikkan status Gunung Agung di Bali dari Normal menjadi Waspada (Level II) pada Kamis lalu. Pada Senin (18/9/2017) malam statusnya naik menjadi siaga.(*)
Editor :Tim Sigapnews