Analisa Hukum
Sertifikat Tanpa Warkah Terancam Pidana, MA Tegaskan Tidak Sah

Sertifikat tanah tanpa warkah resmi dan tidak tercatat dalam buku tanah di Kantor Pertanahan dipastikan cacat hukum.
JAKARTA - Sertifikat tanah tanpa warkah resmi dan tidak tercatat dalam buku tanah di Kantor Pertanahan dipastikan cacat hukum. Lebih dari sekadar lemah secara administrasi, dokumen semacam ini bahkan berpotensi dikualifikasikan sebagai surat palsu dengan ancaman pidana penjara hingga 7 tahun.
Hal ini ditegaskan melalui ketentuan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau membuat dokumen palsu seolah-olah asli, sehingga dapat menimbulkan kerugian pihak lain, dapat dijerat pidana berat.
Dengan demikian, pihak yang menerbitkan maupun menggunakan sertifikat tanpa warkah tidak hanya berhadapan dengan sanksi administratif, tetapi juga pidana.
“Apabila persoalan ini dibawa ke penyidik Polri, pelaku pemalsuan dokumen pertanahan bisa langsung dimintai pertanggungjawaban pidana, selain konsekuensi perdata berupa pembatalan sertifikat,” jelas seorang pakar hukum DR. Nazali Lempo, SH, MH, CHRMP.
Dasar hukum lainnya merujuk pada PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Sejumlah putusan Mahkamah Agung (MA), di antaranya No. 179 K/TUN/1999 dan No. 3247 K/Pdt/2001, juga menegaskan bahwa sertifikat tanpa warkah tidak memiliki legitimasi hukum. Artinya, penggunaannya sebagai dasar gugatan, apalagi melawan korporasi negara seperti Pertamina, merupakan bentuk penyalahgunaan hukum.
Analisis ini memperingatkan bahwa gugatan berbasis sertifikat cacat hukum seharusnya langsung ditolak pengadilan karena objek sengketa tidak sah.
Lebih jauh, langkah pidana terhadap pihak yang mengedarkan atau menggunakan sertifikat abal-abal patut dipertimbangkan agar ada efek jera.
“Tidak bisa dibenarkan sertifikat yang lahir tanpa warkah dijadikan senjata hukum. Itu sama saja menipu negara dan masyarakat,” tegas DR. Nazali Lempo, SH, MH, CHRMP.
Dengan maraknya kasus sengketa tanah, analisis ini mengingatkan agar masyarakat lebih waspada. Proses penerbitan sertifikat wajib ditelusuri hingga dokumen warkah dan pencatatan resmi di buku tanah. Tanpa itu, sertifikat hanyalah kertas kosong yang bisa menjebak pemiliknya pada jeratan hukum.
Penulis: DR. Nazali Lempo, SH, MH, CHRMP & Partner
Editor :Tim Sigapnews
Source : DR. Nazali Lempo, SH, MH, CHRMP & Partner