RAPBN 2020
PKS: Jokowi Makin Tidak Optimistis Saat Target RAPBN 2020 di Kritik

Presiden RI, Joko Widodo atau Jokowi (kedua kanan) didampingi Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (kanan) bersiap menyampaikan pidato kenegaraan dalam Sidang Tahunan MPR 2018 di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Kamis, (16/8/2018). (Foto: Sigapnews
SIGAPNEWS.CO.ID, Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS mengkritik target-target yang dicanangkan Pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi dalam Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RUU APBN 2020. Salah satu sasaran kritik yaitu target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan yang hanya 5,3 persen.
“Fraksi PKS memandang RAPBN 2020 yang diajukan, secara umum menunjukkan semakin tidak optimisnya pemerintah untuk mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi,†kata anggota fraksi PKS, Andi Akmal Pasluddin saat membacakan pandangan fraksinya, dalam rapat paripurna RUU APBN 2020 bersama pemerintah di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, (22/8/2019).
Target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen ini disampaikan Jokowi seminggu yang lalu, 16 Agustus 2019, dalam Pidato RAPBN 2020 dan Nota Keuangan di Gedung DPR. Artinya, target pertumbuhan ekonomi sama dengan tahun 2019 yang juga 5,3 persen. Belakangan setelah rapat bersama Badan Anggaran DPR pada Juli 2019, target ini diturunkan menjadi 5,2 persen.
Beberapa hari kemudian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim APBN 2020 dibentuk untuk mengantisipasi ketidakpastian yang berasal dari global maupun dalam negeri. "Sinyal yang ingin disampaikan adalah Indonesia mendesain APBN secara prudent, hati-hati namun kita juga sangat responsif," kata Sri Mulyani dalam Seminar Nota Keuangan RAPBN 2019 di Gedung Pustakaloka DPR, Jakarta, Rabu, (21/8/2019).
Namun dalam pandangan PKS, Indonesia saat ini berada di persimpangan sejarah, entah menjadi negara dengan ekonomi papan atas atau terperangkap di papan tengah bawah. Berdasarkan pendapat ahli, kata Andi, Indonesia memiliki potensi untuk terjebk selamanya di level ekonomi menengah. Sementara, jalan keluar yang tersedia cukup sempit alias terbatas.
Terbatas karena bonus demografi yang saat ini terjadi di Indonesia, akan berakhir atau hilang pada 2030. Menurut pakar, kata Andi, dibutuhkan pertumbuhan ekonomi 6,5 hingga 7 persen untuk keluar dari jebakan bonus demografi ini. “Jadi jangan sampai kita menua sebelum kaya,†kata dia.
Bagi PKS, pemerintah seharusnya memperkuat sisi produksi dengan mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru. Di antaranya yaitu ekonomi maritim, agroindustri, dan ekonomi kreatif. Namun sayangnya, kata Andi, keinginan Jokowi untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia terus meredup. “Sektor ekonomi kreatif juga harusnya jadi tempat untuk memaksimalkan potensi, dengan begitu anugerah bonus demografi bisa menjadi berkah,†kata dia.
Tak hanya PKS, Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance atau Indef Eko Listiyanto juga menilai langkah pemerintah merancang asumsi makro untuk RAPBN 2020 ganjil. Menurut dia, target pertumbuhan ekonomi yang dipatok untuk tahun depan tak sebanding dengan rencana belanja dan pendapatan.
“RAPBN 2020 tanda tanya terbesar. Target (pertumbuhan ekonomi) sama saja dengan 2019, tapi belanja dan penerimaannya di-setting lebih tinggi,†ujar Eko saat ditemui di kantor Indef, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin, (19/8/2019). (*)
Liputan: Piter
Editor : Robinsar Siburian
Editor :Tim Sigapnews
Makan Siang Bersama, Sova Marwati: Saya Sangat Bersyukur Didukung Jokowi
Terbaru
18:28:09 WIB
Menko Polhukam
Wiranto menilai, Penegakan Hukum Bagi Pelaku Pembakaran Hutan Tidak Tegas
00:00:00 WIB
Pilkada Serentak
Imbas Pilkada Serentak 2024, Jabatan Kepala Daerah Terpilih 2020 Lebih Singkat
00:00:00 WIB