Logistik Jokowi
Mandek Program Pusat Logistik Jokowi di Bangka Belitung, Kok Bisa?
Kepala Kantor Bea Cukai Pangkalpinang, Muh. Nasrul Fatah meresmikan Pusat Logistik Berikat (PLB) pertama di Pangkalpinang, Rabu, 18 Oktober 2017.(Foto: Sigapnews.co.id/Ist).
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan (KPP) Bea Cukai Pangkalpinang Yetty Yulianti mengatakan sejak Oktober 2018 perusahaan peleburan (smelter) timah tidak bisa ekspor karena terganjal aturan penggunaan Competent Person Indonesia (CPI) dalam menyampaikan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB). "Itu sebabnya PLB tidak berjalan sesuai dengan tujuan awal," ujarnya, Selasa (16/7/2019).
Dia memastikan sebenarnya tak ada yang salah dengan PLB. Namun, masalah terjadi sebelum barang masuk ke PLB Pangkalpinang. "Harus dibereskan dulu sebelum masuk PLB. Harus clear and clean. Kalau di PLB tidak ada masalah."
Kebijakan PLB tercantum dalam Kebijakan Ekonomi Volume II yang diterbitkan Presiden Jokowi pada September 2015. PLB digadang-gadang dapat mengurangi biaya logistik dan transportasi, mendorong pertumbuhan industri domestik, dan meningkatkan investasi asing serta dalam negeri.
Yetty menerangkan semakin ketatnya aturan ekspor timah dari pemerintah membuat pihak smelter tidak bisa melakukan ekspor karena tidak ada yang memenuhi persyaratan. Cuma PT Timah Tbk. yang beberapa kali melakukan ekspor lewat PLB di Pangkalpinang. PT Timah juga ekspor melalui Muntok yang lebih dekat. Maka lebih menguntungkan bagi PT Timah mengekspor tak melalui PLB karena menambah biaya.
Menurut dia, PLB ekspor timah sejak diresmikan baru bertransaksi sebanyak 45 ribu metric ton pada 2018 dan 165 ribu metric ton pada semester I 2019. Transaksi itu hanya dengan satu perusahaan, yakni PT Timah Tbk. Tidak maksimalnya PLB sudah dilaporkan secara berjenjang ke pusat, mengingat PLB yang tidak digunakan selama 6 bulan berturut-turut akan dibekukan.
"Ada opsi lain yang bisa dilakukan mempertahankan PLB, yakni dengan mengganti komoditas timah dengan komoditas lain, seperti lada atau ikan," tutur dia.
Yetty mengungkapkan bahwa PLB yang dilaksanakan pada era Presiden Jokowi sebetulnya menguntungkan karena memberikan jaminan kepastian ekspor mengingat Indonesia masuk dalam Risk Country List sebab dunia usaha lebih percaya komoditas yang tersimpan di Singapura.
Namun, kalau barang ekspor tersimpan di Singapura maka harus mengikuti harga dan mekanisme di Singapura. Walhasil Indonesia tak bisa menentukan harga. "Kalau (barang) di sini bisa diatur, itu tujuan awal PLB". (*)
Liputan: Andi Usman
Editor : Robinsar Siburian.
Editor :Tim Sigapnews