Konflik Lahan Desa Koto Aman
Dengar Keputusan Akmal Menangis Usai Rapat Konflik Lahan Desa Koto Aman

Ratusan warga dari Persatuan Koto Aman Menggugat (Pekan) Kabupaten Kampar menggelar aksi unjuk rasa di Tugu Zapin Jalan Sudirman Pekanbaru, Senin (21/1/2019). (Foto: Sigapnews.co.id/Ist).
SIGAPNEWS.CO.ID, PEKANBARU - Akmal salah seorang warga Desa Koto Aman Kecamatan Tapung Hilir, Kampar menangis tersedu-sedu saat keluar dari ruang pertemuan di lantai 2 Kantor Gubenur Riau, Rabu (20/3/2019).
Perjuangan panjang untuk mendapatkan keadilan terkait konflik lahan yang terjadi di desanya seolah sirna.
Sebab berdasarkan hasil keputusan rapat gabungan yang melibatkan berbagai pihak di kantor gubenur ternyata diluar keinginan masyarakat Desa Koto Aman.
Akmal tidak berkata apa pun. Mengenakan baju kaos kerah warna hitam langkap dengan topi hitam Akmal berjalan cepat menuju ke luar kantor Gubernur
"Kita tidak berkata apa-apa lagi ketika diawal pembuka, Kades mencabut kuasa kita untuk menfasilitasi penyelesaikan persoalan tersebut. Ketika diawal kita sudah disampaikan kuasanya dicabut, tentu semua masalah ini kita kembalikan ke pemerintahan desa, agar Kades itu sendiri yang menyelesaikannya," kata Anton perwakilan warga Desa Koto Aman yang ikut dalam rapat tersebut bersama Akmal.
"Kita dari masyarakat sudah jelas keinginannya, tuntuntan kita kan jelas, masyarakat hanya minta lahan yang belum diganti rugi itu segera diganti rugi atau dikembalikan. Itu saja keinginan masyarakat," imbuhnya.
Namun sayang apa yang menjadi keinginan masyarakat tidak sesuai dengan hasil keputusan rapat.
Dimana dalam rapat tersebut diputuskan bahwa warga yang merasa keberatan lahannya belum diganti rugi agar menjumpai pihak perusahaan dengan membawa surat-surat kepemilikan lahan.
Tidak hanya itu, dalam keputusan rapat tersebut juga diputuskan, jika tidak puas, masyarakat disarankan agar menempuh jalur hukum melalui persidangan.
"Dalam rapat tadi pemerintah menginginkan itu disidangkan dan dibawa ke jalur hukum. Dari sisi aspek adat ini jelas mengabaikan aspek adatnya," katanya.
Sebelumnya, menyikapi konflik lahan yang terjadi antara warga Desa Koto Aman, Kecamatan Tapung Hilir, Kampar dengan PT Sekar Bumi Alam Lestari (SBAL) Pemprov Riau menggelar pertemuan, Rabu (20/3/2019).
Rapat gabungan yang menghadirkan berbagai pihak ini berlangsung di ruang Kenaga lantai 2 Kantor Gubenur Riau. Rapat dipimpin langsung oleh Wakil Gubenur Riau, Edi Natar Nasution.
Namun sayang, rapat pembahasan konflik lahan di Desa Koto Aman ini berlangsung tertutup. Awak media yang akan meliput jalanya rapat ini diminta untuk tidak masuk ke dalam ruang rapat.
"Rapatnya tertutup, nanti setelah rapat diusahakan ada penyampaian ke rekan-rekan media oleh pimpinan rapat," kata Asisten 1 Setdaprov Riau, Ahmad Syah Harrofie sesaat sebelum rapat dimulai.
Berdasarkan daftar undangan yang disebarkan oleh Pemprov Riau, rapat ini melihatkan berbagai unsur.
Mulai dari Pemprov Riau, Pemkab Kampar, pihak kepolosian, BPN, pihak perusahaan hingga tokoh masyarakat Tapung dan perwakilan warga desa koto aman.
Seperti diketahui, sudah dua pekan lamanya ratusan warga Desa Koto Aman, Kecamatan Tapung Hilir, Kampar bertahan di ibukota Provinsi Riau, Kota Pekanbaru, Rabu (20/3/2019). Warga Desa Koto Aman ini datang ke Pekanbaru sejak Selasa (4/3/2019) lalu.
Mereka sengaja datang ke Kota Pekanbaru untuk menuntut keadilan. Dimana ribuan hektare lahan milik warga di desa tersebut diduga diserobot oleh perusahaan sawit bernama PT Sekar Bumi Alam Lestari (SBAL).
Selama di Pekanbaru ratusan warga desa Koto Aman ini bertahan dan menginap dibawah Flyover simpang Jalan Sudirman - Tuanku Tambusai, Pekanbaru.
Dengan menggunakan perlengkapan seadanya mereke terkatung-katung nasibnya menunggu keputusan dari pemerintah daerah.
Baik Pemprov Riau maupun Pemkab Kampar.
"Kita tidak akan pulang ataupun mundur sebelum kami terlepas dari penjajah kapitalis di desa kami. Yakni kembalikan lahan kami seluar 1500 hektar yang telah dirampas PT SBAL," kata Dapson perwakilan Warga Desa Koto Aman.
Menurutnya, hampir 80 persen lahan kehidupan masyarakat Desa Koto Aman, Kecamatan Tapung Hilir, Kampar, Riau dikelola oleh perusahaan PT Sekar Bumi Alam Lestari (SBAL) sejak tahun 1991.
"Itu adalah awal dari masa kelamnya anak cucu kami di sana. Dimana pada tahun iyu pihak asing mulai masuk ke tanah kami dan menyerobot lahan kami dengan modus perkebunan kelapa yang pada akhirnya berubah menjadi kebun kelapa sawit," kata Dapson.
"Para pemangku jabatan di negeri ini sudah buta, tuli dan bisu terhadap nasib kami di desa yang terpencil dan tertindas. Kebohongan janji pada petingging Riau ini sudah membuat kami bosan, bahkan pemimpin di republik ini juga ikut memberi janji manis yang sangat menyayat hati kami masyarakat kecil," pungkasnya.(*)
Liputan: Brian.
Editor : Robinsar Siburian.
Perjuangan panjang untuk mendapatkan keadilan terkait konflik lahan yang terjadi di desanya seolah sirna.
Sebab berdasarkan hasil keputusan rapat gabungan yang melibatkan berbagai pihak di kantor gubenur ternyata diluar keinginan masyarakat Desa Koto Aman.
Akmal tidak berkata apa pun. Mengenakan baju kaos kerah warna hitam langkap dengan topi hitam Akmal berjalan cepat menuju ke luar kantor Gubernur
"Kita tidak berkata apa-apa lagi ketika diawal pembuka, Kades mencabut kuasa kita untuk menfasilitasi penyelesaikan persoalan tersebut. Ketika diawal kita sudah disampaikan kuasanya dicabut, tentu semua masalah ini kita kembalikan ke pemerintahan desa, agar Kades itu sendiri yang menyelesaikannya," kata Anton perwakilan warga Desa Koto Aman yang ikut dalam rapat tersebut bersama Akmal.
"Kita dari masyarakat sudah jelas keinginannya, tuntuntan kita kan jelas, masyarakat hanya minta lahan yang belum diganti rugi itu segera diganti rugi atau dikembalikan. Itu saja keinginan masyarakat," imbuhnya.
Namun sayang apa yang menjadi keinginan masyarakat tidak sesuai dengan hasil keputusan rapat.
Dimana dalam rapat tersebut diputuskan bahwa warga yang merasa keberatan lahannya belum diganti rugi agar menjumpai pihak perusahaan dengan membawa surat-surat kepemilikan lahan.
Tidak hanya itu, dalam keputusan rapat tersebut juga diputuskan, jika tidak puas, masyarakat disarankan agar menempuh jalur hukum melalui persidangan.
"Dalam rapat tadi pemerintah menginginkan itu disidangkan dan dibawa ke jalur hukum. Dari sisi aspek adat ini jelas mengabaikan aspek adatnya," katanya.
Sebelumnya, menyikapi konflik lahan yang terjadi antara warga Desa Koto Aman, Kecamatan Tapung Hilir, Kampar dengan PT Sekar Bumi Alam Lestari (SBAL) Pemprov Riau menggelar pertemuan, Rabu (20/3/2019).
Rapat gabungan yang menghadirkan berbagai pihak ini berlangsung di ruang Kenaga lantai 2 Kantor Gubenur Riau. Rapat dipimpin langsung oleh Wakil Gubenur Riau, Edi Natar Nasution.
Namun sayang, rapat pembahasan konflik lahan di Desa Koto Aman ini berlangsung tertutup. Awak media yang akan meliput jalanya rapat ini diminta untuk tidak masuk ke dalam ruang rapat.
"Rapatnya tertutup, nanti setelah rapat diusahakan ada penyampaian ke rekan-rekan media oleh pimpinan rapat," kata Asisten 1 Setdaprov Riau, Ahmad Syah Harrofie sesaat sebelum rapat dimulai.
Berdasarkan daftar undangan yang disebarkan oleh Pemprov Riau, rapat ini melihatkan berbagai unsur.
Mulai dari Pemprov Riau, Pemkab Kampar, pihak kepolosian, BPN, pihak perusahaan hingga tokoh masyarakat Tapung dan perwakilan warga desa koto aman.
Seperti diketahui, sudah dua pekan lamanya ratusan warga Desa Koto Aman, Kecamatan Tapung Hilir, Kampar bertahan di ibukota Provinsi Riau, Kota Pekanbaru, Rabu (20/3/2019). Warga Desa Koto Aman ini datang ke Pekanbaru sejak Selasa (4/3/2019) lalu.
Mereka sengaja datang ke Kota Pekanbaru untuk menuntut keadilan. Dimana ribuan hektare lahan milik warga di desa tersebut diduga diserobot oleh perusahaan sawit bernama PT Sekar Bumi Alam Lestari (SBAL).
Selama di Pekanbaru ratusan warga desa Koto Aman ini bertahan dan menginap dibawah Flyover simpang Jalan Sudirman - Tuanku Tambusai, Pekanbaru.
Dengan menggunakan perlengkapan seadanya mereke terkatung-katung nasibnya menunggu keputusan dari pemerintah daerah.
Baik Pemprov Riau maupun Pemkab Kampar.
"Kita tidak akan pulang ataupun mundur sebelum kami terlepas dari penjajah kapitalis di desa kami. Yakni kembalikan lahan kami seluar 1500 hektar yang telah dirampas PT SBAL," kata Dapson perwakilan Warga Desa Koto Aman.
Menurutnya, hampir 80 persen lahan kehidupan masyarakat Desa Koto Aman, Kecamatan Tapung Hilir, Kampar, Riau dikelola oleh perusahaan PT Sekar Bumi Alam Lestari (SBAL) sejak tahun 1991.
"Itu adalah awal dari masa kelamnya anak cucu kami di sana. Dimana pada tahun iyu pihak asing mulai masuk ke tanah kami dan menyerobot lahan kami dengan modus perkebunan kelapa yang pada akhirnya berubah menjadi kebun kelapa sawit," kata Dapson.
"Para pemangku jabatan di negeri ini sudah buta, tuli dan bisu terhadap nasib kami di desa yang terpencil dan tertindas. Kebohongan janji pada petingging Riau ini sudah membuat kami bosan, bahkan pemimpin di republik ini juga ikut memberi janji manis yang sangat menyayat hati kami masyarakat kecil," pungkasnya.(*)
Liputan: Brian.
Editor : Robinsar Siburian.
Editor :Tim Sigapnews