PUPR Riau
Truk Odol Perusak Jalan di Riau, PUPR: Hitungan Bulan Jalan Sudah Hancur

Ilustrasi - Truk pengangkut TBS melintas di Jalan Ahmad Yani, Kota Dumai, Jum'at (31/8/2018).(Foto: Sigapnews.co.id/Ist).
Bahkan jalan milik pemerintah bisa rusak hanya dalam hitungan bulan akibat dilintasi truk ODOL milik perusahaan yang beroperasi di Riau.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provisi Riau, Dadang Eko Purwanto, membenarkan kondisi tersebut.
Ia mengungkapkan jalan yang dibangun pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, memiliki daya dukung atau daya terbatas. Sesuai dengan ukuran truk-truk besar yang akan melintas di jalur tersebut.
"Truk-truk perusahaan yang melebihi kapasitas itu tidak sesuai lagi dengan kelas jalan kita. Karena Beban yang akan ditanggung jalan juga berlebih. Sehingga rentan sekali terhadap kerusakan jalan karena tak sesuai dengan kekuatan jalan," kata Dadang, Jumat (12/4/2019).
Sedangkan dengan berat normal saja, kata Dadang, truk-truk perusahaan yang mengangkut sawit dan kayu menyebabkan jalan yang sudah dibangun menjadi rusak. Apalagi jika ukuran dan muatan truk yang melintas tidak sesuai dengan beban kelas jalan.
Bentuk kerusakan jalan akibat truk ODOL perusahaan itu, diantaranya terjadi keretakan jalan sehingga dengan keretakan itu air akan masuk ke dalam tanah dan akan merusak pondasi jalan.
"Nah, kalau jalan itu retak maka air bisa masuk ke dalam bangunan jalan. Sehingga daya dukung pondasi tidak sesuai lagi, atau tidak sama dengan daya tahan sebelumnya. Musuh utama aspal itukan air. Sehingga menyebabkan jalan menjadi bergelombang. Artinya pondasi jalan itu sudah tidak kuat lagi untuk menahan," bebernya.
Dia menambahkan, usia jalan yang dibangun pemerintah bahkan hanya hitungan bulan, jika truk ODOL milik perusahaan itu melintas dengan kelebihan muatan.
"Daya tahan jalan hanya sebentar. Jangankan 1 tahun, dalam hitungan bulan saja sudah hancur jalan itu," pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah IV, Provinsi Riau dan Kepulauan Riau, Syaifudin Ajie Panatagama, mengungkapkan fakta mengejutkan terkait banyaknya kendaraan tonase besar yang tidak sesuai standar di Riau. BPTD Wilayah IV mencatat dari 30 ribu kendaraan tonase besar yang beroperasi di Riau, 93 persen melanggar Odol.
"Berdasarkan data statistik kendaraan tonase besar yang melewati jembatan timbang, 93 persen dari 30 ribu unit itu melanggar Odol. Kita perkirakan jumlahnya sekitar 28 ribuan yang melanggar Odol," kata Ajie.
Akibat ulah perusahaan dan pemilik truk yang memodifikasi kendaraanya menjadi lebih panjang dan besar ternyata berdampak terhadap kerugian uang negara yang cukup besar. Sebab kendaraan bertonase besar yang tidak standar lagi membuat kondisi jalan lebih cepat rusak.
Mirisnya truk besar yang melebihi tonase dan merusak jalan di Riau ternyata sebagian besarnya bukan truk yang berasal dari Riau. Sebagian besar truk yang melanggar Odol ini bukan kendaraan berplat polisi BM asal Riau.
Ajie mengungkapkan, dari 28 ribu unit truk tronton dan truk tonase besar yang melanggar Odol dan beroperasi di Riau, 60 sampai 70 persen merupakan kendaraan yang bernomor polisi di luar Riau. Artinya tidak bernomor polisi BM.
"Ada yang dari Lampung, ada yang dari Sumatera Utara dan beberapa daerah lainya di luar Riau," ujanya.
Pihaknya menduga, meski kendaraan truk bertonase besar tersebut bukan plat BM, namun mereka disinyalir beroperasi setiap harinya di Provinsi Riau karena digunakan oleh perusahaan yang beroperasi wilayah Provinsi Riau.
"Nomor plat polisinya pengeluaranya dari luar Riau, tapi menetapnya di Riau karena perusahaanya ada di Riau," sebutnya.
Selain melanggar aturan, truk berplat non BM ini pun banyak merugikan masyarakat Riau. Tidak hanya membuat jalan di Riau menjadi cepat rusak, namun pajak kendaraan yang mereka bayarkan pun tidak bisa dinikmati masyarakat Riau. Karena mereka membayarkan pajaknya sesuai dengan plat nomor polisi daerah asalnya. Meskpin kendaraan ini setiap harinya beroperasi dan merusak jalan di Riau.
"Itu jelas, makanya kita sedang mengusulkan ke kementrian, agar kendaraan yang ilegal ini dilakukan penyitaan saja menjadi aset milik negara. Kalau nanti sudah ada legal standingnya, jumpa (kendaraan salahi aturan) langsung tangkap. Karena selain merusak akses jalan kita, mereka juga sudah melewati kewajiban pajaknya dan bisa saja terjadi pemalsuan dokumen," katanya.
Lebih lanjut Ajie menjelaskan, sesuai dengan amanah Pasal 277 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang secara tegas mengatakan bahwa modifikasi kendaraan bermotor adalah tindak pidana dengan ancaman kurungan penjara.
Artinya, memiliki atau menguasai kendaraan angkutan yang telah berubah dimensi dan daya muatnya dan atau merubah dimensi dan daya muatnya adalah sebuah perbuatan pidana yang harus diberi sanksi pidana.
Permasalahan over dimensi dan over loading (ODOL) sudah menjadi persoalan menahun di Provinsi Riau. Lalu lalang kendaraan angkutan CPO, kayu chip dan batubara, seakan luput dari jangkauan sanksi pidana.
"Tanpa disadari, dampak yang ditimbulkan kendaraan tersebut justru memberikan kerugian yang jauh lebih besar bagi masyarakat umum pengguna jalan. Kerusakan jalan nasional di Provinsi Riau, menjadi fenomena sehari-hari tanpa solusi," katanya.(*)
Liputan: Brian
Editor : Robinsar Siburian.
Editor :Tim Sigapnews