DPRD Jepara Soroti Dugaan Kepentingan Swasta di Balik Penutupan TPA Gemulung

Rapat Komisi D DPRD Jepara Terkait eks TPA Gemulung, Rabu (16/7/2025).
SIGAPNEWS.CO.ID | JEPARA – Suasana ruang rapat DPRD Jepara memanas, Rabu (16/7/2025), ketika Komisi D menggelar pertemuan lintas pihak untuk membahas nasib lahan bekas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Gemulung, yang terletak di belakang pabrik PT Hwaseung Indonesia (HWI).
Wacana tukar guling (ruilslag) mencuat dalam diskusi tersebut. Ketua Komisi D, Andi Rokhmat yang akrab disapa Andi Andong, menyatakan bahwa opsi ruilslag layak dipertimbangkan jika menguntungkan masyarakat dan pemerintah daerah.
“Hasil rapat hari ini akan kami serahkan ke Pemkab Jepara. Tukar guling bisa dilakukan asal jelas keuntungannya bagi publik,” ujarnya, didampingi anggota komisi Sri Lestari dan Nining Fitriani.
Namun, tak semua sepakat. Sri Lestari dari Fraksi Gerindra melontarkan kritik tajam terhadap penutupan TPA Gemulung yang dinilainya lebih condong mengakomodasi kepentingan PT HWI daripada rakyat Jepara.
“TPA ditutup tanpa ada pengganti. Akibatnya, sampah dari wilayah selatan harus dialihkan ke Bandengan, menambah biaya dan beban operasional,” kata Sri lantang.
Tak berhenti di situ, ia menyinggung kewajiban Ruang Terbuka Hijau (RTH) milik HWI. “Ternyata lahannya sewa milik desa, bukan milik HWI, dan lokasinya pun jauh dari pabrik. Ini membuktikan bahwa HWI belum serius memenuhi kewajiban lingkungan,” tambahnya.
Dari sisi legalitas lahan, Yuni Astuti Rahayu dari BPKAD memastikan bahwa lahan bekas TPA Gemulung seluas 9.460 meter persegi adalah aset Pemkab Jepara, lengkap dengan akses jalan sepanjang 1,7 km yang diatur melalui peraturan desa.
Sementara itu, Eko Yudi Nofianto dari DLH menambahkan bahwa lahan pasca-TPA seharusnya dialihfungsikan menjadi RTH dan dipelihara selama 20 tahun, sesuai aturan dari Permen PUPR.
Sorotan tajam juga datang dari FA Agung, Ketua Lintas Pelaku Masyarakat Pengawal Aspirasi (LPM Pegas), yang mempertanyakan dasar hukum penutupan TPA. “SK operasionalnya saja tidak ada, kok bisa ada SK penutupan? Ini harus dikaji ulang. Jangan sampai karena tekanan pihak swasta,” tegasnya.
Ia mendesak appraisal rencana ruilslag dilakukan secara profesional dan terbuka. “Kalau HWI mau lahan itu, silakan. Tapi harganya harus sesuai dan prosesnya harus legal,” pungkasnya.
Di sisi lain, Kang Bi dari DPW Kawali Jateng justru melihat potensi ekonomi lain dari lahan tersebut. Ia mengusulkan agar eks TPA Gemulung dimanfaatkan untuk carbon trading sesuai Perpres No. 98 Tahun 2021. “Ini bisa jadi sumber PAD baru bagi Jepara,” ujarnya.
Meski pihak DLH menyebut penutupan berdasarkan kajian Bappeda pada 2019, FA Agung tetap meragukan proses yuridisnya dan menuntut transparansi penuh.
Rapat ini menyisakan banyak catatan, terutama soal arah kebijakan pengelolaan aset publik yang rawan disusupi kepentingan swasta. Wacana tukar guling belum final, namun sorotan publik kian tajam terhadap prosesnya.
Editor :Tim Sigapnews