Korban Mafia Tanah di Riau Tagih Keadilan Setelah Dua Tahun Laporan Mandek

Kantor Polda Riau
PEKANBARU – Sudah hampir dua tahun berlalu sejak Mohd. Syafii melaporkan dugaan mafia tanah ke Polda Riau. Namun, hingga kini, laporan itu terkesan tak kunjung menunjukkan perkembangan berarti. Syafii pun kembali angkat suara, menagih kejelasan dari pihak kepolisian.
Pada Selasa (22/7/2025), tim Sigapnews.co.id mencoba mengkonfirmasi langsung kepada Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Riau, Kombes Pol Asep Dermawan, terkait tindak lanjut kasus tersebut. Sayangnya, hingga berita ini ditulis, Asep belum memberikan tanggapan, baik secara langsung maupun melalui sambungan telepon.
Kasus ini bermula saat Syafii melaporkan seorang warga Kampar berinisial SM, yang diduga melakukan pemalsuan surat tanah. Laporan tersebut terdaftar dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) Nomor: LP/B/413/X/2023/SPKT/Polda Riau, tertanggal 13 Oktober 2023.
"Iya, kedatangan saya ke Mapolda Riau waktu itu untuk melaporkan SM atas dugaan pemalsuan surat tanah," ujar Syafii saat diwawancarai kemarin.
Dalam laporan yang disampaikan Syafii, disebutkan bahwa pada tahun 2015, dirinya diberi kuasa jual oleh SM untuk menjual lahan seluas 160 hektare di Desa Tarai Bangun, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar. Berdasarkan kuasa tersebut, Syafii berhasil menjual 48 hektare dari total lahan kepada tiga pembeli, dengan total transaksi sebesar Rp7,2 miliar. Sebanyak Rp2,7 miliar di antaranya sudah diserahkan untuk keperluan administrasi dan pengurusan surat tanah.
Namun, setelah proses jual beli berjalan, Syafii terkejut saat mengetahui bahwa lahan yang sama ternyata telah kembali dijual oleh SM kepada pihak lain. Tak hanya itu, SM bahkan menerbitkan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) sebanyak empat kali atas lahan yang sama—yang diduga kuat palsu.
Akibatnya, para pembeli awal yang sudah membayar dan menanam sawit di lahan tersebut gagal meningkatkan status surat mereka menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM). Lahan pun kini berada dalam kondisi tumpang tindih kepemilikan.
“Kerugian saya dan pembeli cukup besar. Tapi yang paling menyakitkan, hingga hari ini tidak ada perkembangan berarti dari laporan kami. Kami hanya ingin keadilan ditegakkan,” kata Syafii dengan nada kecewa.
Syafii berharap, laporan yang telah ia buat tidak berakhir tanpa kepastian hukum. Ia meminta Polda Riau untuk segera memproses kasus ini sesuai aturan perundang-undangan, agar praktik mafia tanah seperti ini tak terus memakan korban baru.
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari penyidik Ditreskrimum Polda Riau terkait sejauh mana perkembangan penyelidikan terhadap terlapor SM. Sementara itu, para korban hanya bisa menunggu—dengan harapan keadilan tidak mati di meja penyelidikan.
Editor :Tim Sigapnews