Hukum/Kriminal
Kasus First Travel, Wiranto Menduga Ada Kelemahan Regulasi

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto meminta para bekas pengurus dan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk mematuhi pernyataan bersama yang akan dikeluarkan oleh tiga kementerian.(Foto: Sigapnews/Piter)
"Karena beberapa kali ini terjadi kan, perusahaan yang melakukan transaksi dengan publik ternyata ada kecenderungan penipuan. Barangkali regulasinya ada kelemahan, kita teliti lagi di situ," kata Wiranto di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa, 29 Agustus 2017.
Wiranto mengaku telah mengingatkan para regulator untuk meninjau kembali aturan yang ada. Hal itu pun dia sampaikan dalam rapat koordinasi terbatas di Kemenkopolhukam, yang dihadiri pejabat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan HAM, Otoritas Jasa Keuangan, dan Kepolisian RI.
Kasus penipuan First Travel pun dipantau Wiranto. Polisi, ujar dia, masih menelisik sisa aset dan data transaksi keuangan para pelaku.
Dia meyakini bahwa aparat masih harus memastikan jumlah calon jamaah umrah yang dirugikan.
Jumlah jemaah yang mendaftar ke First Travel pada periode Desember 2016 hingga Mei 2017 mencapai 72.682 orang. Dari jumlah itu, sebelumnya diketahui ada 58.682 jamaah yang belum berangkat.
"Memang ada angka (korban) sekitar 50 ribuan lebih itu. Tapi, masih dicek lagi, yang melapor baru 22 ribu sekian," ujar purnawirawan Jenderal TNI itu.
Meski menegaskan upaya pemerintah untuk mengamankan publik dari dari upaya penipuan, Wiranto bungkam soal ada tidaknya ganti rugi dari pemerintah kepada jamaah yang menjadi korban. Saat dilempari pertanyaan tersebut, Wiranto tak merespon dan masuk ke mobil dinasnya.
Terpisah, Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin justru angkat bicara soal munculnya tuntutan pengembalian uang korban First Travel.
"Belum ada dasar hukumnya. Itu kan business-to-business antara masyarakat dengan First Travel. Jadi tidak bisa nuntut pemerintah," kata Kiagus.(*)
Editor :Tim Sigapnews