DR Freddy Simanjuntak, SH MH Himbau Polda Riau dan Kejati Riau untuk Hormati Proses Hukum di PN
Keterangan Photo : Penasehat Hukum Bersama Terdakwa Chandra Usai sidang di Pengadilan Negeri Pekanbaru pada Jumat (7/7/2023)
SIGAPNEWS.CO.ID | PEKANBARU - Terkait pemberitaan disejumlah media Dua Pengacara Heldy Susanti meminta agar pelaku Tipiring segera di tahan, begini tanggapan Penasihat Hukum (PH) Terdakwa Chandra yang disampaikan ke awak media, Selasa Malam (11/7/2023).
DR Freddy Simanjuntak SH MH, kuasa hukum Chandra (terdakwa-red) mengutuk keras hal itu. Karena ia menduga kegiatan demikian merupakan bentuk intervensi secara langsung dan telah mengesampingkan perlindungan terhadap hak seseorang dihadapan hukum.
"Saya tegaskan, perkara klien saya (Chandra-red) saat sidang di Pengadilan Negeri Pekanbaru pada Jumat (7/7/2023) kemarin itu masih berproses. Meskipun hakim memutuskan bersalah dengan dakwaan pasal 352 KUHP ancaman pidana 3 bulan, tetapi hak kami kapasitas terdakwa masih diberikan untuk menyatakan pikir-pikir dahulu dalam waktu 7 hari ini," pungkas Freddy.
Selain itu, Freddy mengatakan pihaknya juga telah mempersiapkan akan banding terhadap putusan itu.
"Kok seperti kebakaran jenggot ini dari pihak sebelah, kita hormati proses hukum yang ada dan jangan mengintervensi," tegasnya.
Freddy menghimbau kepada kepolisian Polda Riau dan Kejari Pekanbaru agar pernyataan dua pengacara di media tidak digubris.
"Saya jamin 100 persen, klien saya tidak akan melarikan diri. Rumah dan kegiatan usahanya semua di Pekanbaru, apalagi saat ini klien saya sedang tidak sehat pasca ditabrak oleh Heldy yang melapor perkara ini," tegas Freddy.
Lebih dalam Freddy berkata bahwa perlu digaris bawahi, ancaman 3 bulan Tipiring disini tak wajib ditahan.
"Selain belum ingkrah, karena kita akan dan masih dalam proses banding. Karena alasan tersebut, saya menghimbau Polda Riau dan Kejaksaan Tinggi Riau untuk tidak melakukan penahanan selain karena tipiring dan juga dilihat dari sisi kemanusian," harap Freddy.
PERLU DIKETAHUI:
KUHAP sendiri mengenal dua syarat dalam melakukan penahanan, yaitu:
1. Syarat Objektif
Syarat penahanan objektif memiliki ukuran yang secara tegas diatur dalam undang-undang. Pengaturan terkait Syarat Objektif dapat ditemukan dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP, yang mengatur bahwa penahanan hanya bisa diberlakukan kepada tersangka maupun terdakwa yang melakukan tindak pidana dan/atau percobaan tindak pidana, serta pemberian bantuan dalam hal:
Tindak pidana yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau lebih; atau
Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 KUHAP, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie, Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi, Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika
2. Syarat Subjektif
Syarat penahanan subjektif merupakan syarat yang bersumber dari penilaian dan kekhawatiran penyidik bahwa jika terdakwa tidak ditahan maka terdakwa akan kabur, akan merusak atau menghilangkan bukti, dan bahkan akan mengulangi tindak pidana tersebut.[2] Pengaturan syarat subjektif ini dapat ditemukan dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan:
“Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana."
Editor :Ade Sahputra
Source : Kantor Hukum DR Freddy Simanjuntak, SH, MH