Anak Bukan Objek! Dialog CAPPA Ungkap Solusi Krisis Iklim & Pangan

Yayasan CAPPA Keadilan Ekologi sukses berfoto bersama usai dialog multi-pihak bertema penguatan peran anak dalam pembangunan berkelanjutan di Sarolangun, Jambi, Senin, (8/72025).
Jambi - Yayasan CAPPA Keadilan Ekologi sukses menggelar dialog multi-pihak bertema penguatan peran anak dalam pembangunan berkelanjutan di Sarolangun, Jambi, Senin, (8/72025), sebagai respons atas krisis iklim, hilangnya biodiversitas, dan polusi yang berdampak langsung pada hak anak atas lingkungan dan pangan sehat.
Dalam situasi global yang makin genting, Yayasan CAPPA Keadilan Ekologi menginisiasi dialog lintas sektor yang menyoroti pentingnya perlindungan dan pemberdayaan anak dalam isu lingkungan dan ketahanan pangan.
Acara ini berlangsung di Kabupaten Sarolangun, Jambi, dan dihadiri puluhan pemangku kepentingan dari pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dunia usaha, hingga perwakilan anak.
Dialog ini diawali dengan Focus Group Discussion (FGD) pembelajaran organisasi masyarakat sipil, melibatkan PKPA Medan, Save The Children Indonesia, dan Yayasan CAPPA sendiri sebagai pemantik.
Yayasan ini membagikan praktik terbaik dalam advokasi hak anak dan lingkungan hidup.
Kepala Sekretariat CAPPA, Muhammad Zuhdi, menyatakan pentingnya menggeser peran anak dari objek menjadi subjek pembangunan.
"Anak-anak bukanlah objek pasif dari kepentingan orang dewasa, melainkan subjek yang memiliki hak untuk berperan aktif dalam pembangunan," tegasnya.
Rivani Noor, Ketua Badan Pengurus CAPPA, mendorong pelaporan pelanggaran hak anak dan menegaskan komitmen CAPPA terhadap pengurangan sampah dalam aktivitas organisasi.
"Kami bahkan meniadakan konsumsi makanan kemasan dan botol plastik sebagai bentuk nyata dari komitmen ekologis," ujarnya.
Dari Kemen PPPA, Assa Prihabsari menegaskan bahwa anak adalah kelompok paling rentan terhadap dampak krisis ekologi.
"Kami telah menyusun rencana strategis berbasis gender dan hak anak untuk menghadapinya," katanya.
Perwakilan UNICEF, Lukita Setyarso, menyoroti pentingnya ruang partisipasi anak yang otentik.
"Anak-anak harus bebas berpendapat tanpa tekanan. Partisipasi dalam Musrenbang harus bermakna, bukan hanya formalitas," ujarnya.
Lulu Andriyani dari Asia Pulp & Paper (APP) menambahkan bahwa dunia usaha wajib mengintegrasikan hak anak dalam operasional bisnis.
"Anak adalah mitra masa depan yang harus dilibatkan sejak dini," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas DP3A Sarolangun, Yudis Kenromora, memaparkan bahwa Sarolangun telah membentuk forum anak hingga tingkat kecamatan dan menetapkan dua desa ramah perempuan dan peduli anak.
"Kami memastikan suara anak, termasuk dari komunitas adat, terakomodasi dalam kebijakan," ujarnya.
Salah satu peserta menyoroti akses pendidikan dan hak hidup bagi komunitas adat Orang Rimba, yang kemudian direspons dengan rencana pendalaman pendekatan berbasis komunitas.
Dialog ini menghasilkan komitmen bersama untuk mendorong kebijakan Perlindungan Anak dan penguatan Sekolah Cerdas Iklim (Sekoci) sebagai ruang belajar lintas pihak. Keadilan ekologi bukan sekadar wacana, tapi jalan konkret menuju pemenuhan hak anak dan keberlanjutan masa depan.
Editor :Tim Sigapnews