Mahasiswa PKL UIN Suska di MUI Riau Soroti Dinamika Sertifikasi Halal

narasumber Auditor LPPOM MUI Riau memberikan materi kepada Mahasiswa Praktik Kerja Lapangan (PKL) dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau yang magang di MUI Riau.
PEKANBARU - Puluhan mahasiswa Praktik Kerja Lapangan (PKL) dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau menerima pembekalan mendalam soal sertifikasi halal dari praktisi LPPOM MUI Riau dalam kegiatan yang berlangsung di Aula MUI Provinsi Riau, Selasa (8/7/2025).
Kegiatan ini justru memunculkan kritik tajam terhadap kekacauan regulasi logo halal dan lemahnya sanksi terhadap pelanggar.
Pembekalan yang disampaikan oleh Khafzan, staf LPPOM MUI Riau, memaparkan tiga poin krusial dalam sistem jaminan halal nasional, yakni regulasi, standar halal, dan prosedur pelaksanaan.
Khafzan menjelaskan bahwa sejak berlakunya UU No. 33 Tahun 2014, sertifikasi halal menjadi kewajiban, dengan masa implementasi penuh dimulai pada 17 Oktober 2024.
“Sertifikasi halal melibatkan proses ketat: dari pendaftaran, audit, hingga penerbitan sertifikat melalui BPJPH yang bekerja sama dengan LPPOM MUI,” jelas Khafzan.
Namun dalam sesi diskusi, mahasiswa tampil kritis. Nazwa Azzahra, misalnya, menyoroti kesamaan logo halal antara produk yang disertifikasi secara reguler dan yang hanya klaim sendiri (self-declare).
“Bagaimana konsumen bisa membedakan mana yang benar-benar halal dan mana yang hanya klaim? Ini membingungkan dan bisa menyesatkan publik,” tegas Nazwa.
Sementara itu, Ridha Sandrina Siregar mempertanyakan ketidakjelasan sanksi terhadap pelaku usaha, terutama UMKM, yang belum mengurus sertifikasi halal meski kewajiban sudah berlaku.
“Kalau aturannya sudah jalan, apa bentuk sanksinya? Dan bagaimana nasib UMKM yang terbatas akses dan dananya?” ujarnya.
Menjawab itu, Khafzan mengakui masih ada celah besar dalam penerapan aturan.
“Regulasinya memang menyebut sanksi, tapi tidak rinci. Saat ini masih sebatas pembinaan, belum ada pemusnahan produk atau penegakan hukum yang tegas,” ungkapnya.
Diskusi ini menunjukkan bahwa mahasiswa tak hanya sekadar peserta magang, tetapi juga agen perubahan yang menyuarakan keterbukaan, keadilan, dan perlindungan konsumen dalam ekosistem halal nasional.
Kegiatan ini menjadi alarm bagi regulator: sistem halal bukan hanya soal regulasi, tetapi soal kepercayaan publik. Saat mahasiswa mulai bertanya lantang, sudah saatnya negara menjawab dengan tindakan nyata.
Editor :Tim Sigapnews