Mafia Tanah Manado–Bitung, Publik Soroti Peran PN dalam Skandal Dana Konsinyasi

Nico Noldy Mamanua (60), Ketua Yayasan Nicodemus Sompotan – Sabina Lontoh.
MANADO – Pengungkapan sindikat mafia tanah di Sulawesi Utara semakin membuka fakta mengejutkan.
Selain keterlibatan jaringan pemalsu dokumen, publik kini menyoroti peran Pengadilan Negeri (PN) Bitung yang selama ini menjadi tempat penitipan dana konsinyasi proyek strategis nasional Jalan Tol Manado–Bitung.
Kasus bermula dari dana konsinyasi sebesar Rp53,1 miliar yang dititipkan di PN Bitung sejak 2019. Seharusnya, dana tersebut aman hingga kepastian hukum atas ahli waris sah diperoleh. Namun kenyataannya, sebagian besar dana berhasil dicairkan dengan menggunakan dokumen yang kini terbukti palsu.
Tersangka utama, Fien Sompotan, sudah ditetapkan terkait pemalsuan akta hibah. Laboratorium Forensik Makassar memastikan tanda tangan pada akta tersebut tidak identik.
Ironisnya, meski bukti pemalsuan jelas, PN Bitung tetap mencairkan dana Rp2,5 miliar pada 2019, lalu disusul pencairan Rp50,5 miliar pada 2024 dengan dasar SPTJM.
"Bagaimana mungkin dokumen yang terbukti palsu bisa lolos pencairan di pengadilan? Di sinilah letak pertanyaan besar publik: apakah ada kelalaian atau bahkan keterlibatan oknum di balik pintu PN Bitung?”, ujar salah satu pemerhati hukum Sulut.
Laporan Baru Bongkar Fakta Lahan Pertamina
Pada 15 Agustus 2025, kasus serupa kembali dilaporkan oleh Nico Noldy Mamanua (60), Ketua Yayasan Nicodemus Sompotan – Sabina Lontoh, ke Polda Sulut (Nomor: LP/B/563/VIII/2025/SPKT/POLDA SULUT).
Nico mengadukan adanya pemalsuan dokumen yang dipakai pihak lain (Lexi wawo SH CS dan jack ticoalu CS) untuk menguasai lahan di Kelurahan Madidir, Bitung. Lokasi tersebut kini ditempati Pertamina, dan dana ganti rugi lahan dilaporkan sudah dititipkan di PN Bitung.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran baru: sindikat mafia tanah kembali mengincar dana konsinyasi bernilai besar. Jika PN Bitung tidak bertindak hati-hati, publik khawatir dana rakyat akan kembali raib seperti kasus sebelumnya.
Publik Mendesak Transparansi PN
Fenomena ini menimbulkan sorotan tajam pada tanggung jawab PN Bitung sebagai pihak yang menyimpan dan mencairkan dana konsinyasi. Mekanisme tertutup yang dipakai selama ini dianggap rawan disalahgunakan dan merugikan ahli waris sah.
"Pengadilan seharusnya benteng terakhir keadilan, bukan malah celah bagi mafia tanah. Jika ada kelalaian, harus diusut tuntas. Kalau ada keterlibatan, harus ada pertanggungjawaban,” tegas Nico Noldy Mamanua.
Negara Tidak Boleh Kalah
Polda Sulut menegaskan akan mengusut laporan-laporan baru, termasuk laporan Nico, untuk membongkar jaringan mafia tanah yang lebih luas. Namun publik menuntut PN Bitung juga berbenah dan transparan.
"Negara tidak boleh kalah dengan mafia tanah. Proses hukum harus bersih dari permainan, " ujar Kapolda.
Semua mata kini tertuju pada PN Bitung, apakah mereka berdiri di pihak rakyat atau membiarkan mafia tanah terus merajalela.
Editor :Tim Sigapnews