Sempat Digerebek APH, Gudang Oli Diduga Oli Palsu di Kampar Tetap Beroperasi

Sebuah gudang di Pergudangan Angkasa 3 Blok B6 dan A9, Jalan Pasir Putih, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, masih bebas beroperasi
KAMPAR — Sebuah gudang di Pergudangan Angkasa 3 Blok B6 dan A9, Jalan Pasir Putih, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, masih bebas beroperasi meski diduga menjadi lokasi daur ulang oli bekas secara ilegal, Sabtu (19/07/25).
Gudang tersebut diduga kuat menjadi tempat pengolahan oli bekas yang dikemas ulang dengan segel dan stiker baru, lalu dijual kembali ke pelanggan tetap.
Aktivitas ini terpantau masih berlangsung aktif, meski lokasi itu sempat digerebek aparat beberapa bulan lalu.
“Sempat ada penggerebekan waktu itu, tapi kami tidak tahu kelanjutannya. Apakah dari Polda Riau atau Polsek setempat, belum jelas sampai sekarang,” ujar salah satu warga sekitar yang enggan disebutkan namanya.
Tim investigasi media menemukan indikasi kuat praktik ilegal di dalam gudang tersebut. Terlihat tumpukan karton berisi oli hitam tak layak pakai, botol-botol oli dengan tutup baru, serta berbagai perlengkapan pengemasan seperti stiker dan segel.
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa oli bekas itu dimasukkan kembali ke dalam kemasan baru, lalu dijual untuk kendaraan roda dua dan empat tanpa standar kelayakan atau uji kualitas.
Gudang itu disebut milik AH, seorang warga Tionghoa yang berdomisili di Jalan Riau, Pekanbaru. Saat dikonfirmasi melalui pegawainya bernama Lela, dia menyatakan bahwa pemilik belum bisa memberikan keterangan langsung.
“Pak AH masih di luar kota. Tadi sudah disampaikan beliau kan. Nanti akan bertemu langsung setelah pulang,” kata Lela.
Daur ulang oli bekas seperti ini dikategorikan sebagai pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), yang wajib dilakukan di fasilitas berizin resmi. Tanpa izin lingkungan dan tanpa SOP yang sesuai, aktivitas ini melanggar Pasal 104 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pelakunya dapat dipidana penjara hingga 10 tahun dan didenda maksimal Rp10 miliar.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini tindakan yang bisa merusak lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat,” ujar salah satu pemerhati lingkungan dari Pekanbaru yang juga ikut menyoroti kasus ini.
Warga mendesak aparat penegak hukum dan instansi lingkungan untuk bertindak cepat dan tegas terhadap aktivitas gudang tersebut.
Pembiaran yang terus terjadi hanya akan menimbulkan dampak jangka panjang bagi lingkungan dan generasi mendatang. Saatnya pemerintah menunjukkan keberpihakan pada keselamatan publik, bukan pada pelanggar hukum.
Editor :Tim Sigapnews