Dorong Keadilan Humanis
Jaksa Agung Setujui Penghentian Perkara Penganiayaan di Asahan Sumut

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana
Jakarta - Jaksa Agung Republik Indonesia melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui penghentian penuntutan terhadap tersangka kasus penganiayaan di Asahan, Sumatera Utara, menggunakan pendekatan Restorative Justice (RJ) dalam ekspose virtual yang digelar pada Senin (23/6/2025).
Keputusan penting kembali diambil Kejaksaan Agung dalam upaya mewujudkan sistem peradilan yang berkeadilan dan berperikemanusiaan. JAM-Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana secara resmi menyetujui permohonan penghentian penuntutan perkara penganiayaan atas nama tersangka Irfan Mulia, warga Asahan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP.
Langkah ini diambil setelah dilakukan proses perdamaian yang memenuhi seluruh unsur keadilan restoratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020.
“Kepala Kejaksaan Negeri Asahan dimohon untuk segera menerbitkan SKP2 berdasarkan keadilan restoratif sesuai aturan yang berlaku,” ujar JAM-Pidum, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana dalam ekspose virtual, Senin (23/6/2025).
Kasus ini bermula pada Senin malam, 16 September 2024, di Jalan Ikan Baung, Kelurahan Sidomukti, Kecamatan Kisaran Barat, Kabupaten Asahan. Pertengkaran dipicu oleh tindakan anak tersangka yang melempar pasir ke arah saksi, Ahmad Al Hafsi Sitorus, dan memancing keributan yang melibatkan warga sekitar.
Saat ibu kandung saksi, Marsona Mulyadi, mencoba menengahi, terjadi adu mulut yang berujung pada tindak kekerasan fisik dari tersangka. Ia mendorong korban dengan kedua tangan, lalu memukul pipi kiri korban sekali dengan tangan kanannya.
Hasil visum et repertum Nomor: 353/538 yang dikeluarkan dr. Tri Handayani dari RSUD H. Abdul Manan Simatupang menunjukkan adanya luka lecet dan bengkak di pipi kiri korban akibat benturan benda tumpul.
Mengetahui dinamika kasus dan kondisi sosial tersangka serta korban, Kajari Asahan Basril G, S.H., M.H., bersama Kasi Pidum Naharuddin Rambe, S.H., M.H., dan Jaksa Fasilitator Gusmira Fitri Warman, S.H., menginisiasi penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif.
Proses perdamaian dilakukan pada 27 Mei 2025 di Rumah Restorative Justice Kelurahan Siumbutumbut. Tersangka mengakui perbuatannya, menyesal, dan menyampaikan permintaan maaf kepada korban. Korban pun memberikan maaf tanpa syarat dan menyatakan tidak berkeberatan apabila perkara dihentikan.
“Kami memastikan bahwa perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan dan telah memenuhi semua unsur keadilan restoratif,” kata Kajari Asahan, Basril G, S.H., M.H.
Kajari kemudian mengajukan permohonan penghentian penuntutan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang dipimpin Idianto, S.H., M.H. Setelah dikaji, permohonan dilanjutkan dan disetujui dalam forum ekspose oleh JAM-Pidum.
Adapun alasan pemberian keadilan restoratif dalam kasus ini mencakup:
- Telah terjadi perdamaian sukarela;
- Tersangka mengakui perbuatan dan menyesal;
- Korban memberikan maaf tanpa syarat;
- Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana;
- Ancaman pidana di bawah 5 tahun;
- Tidak ada manfaat hukum jika perkara dilanjutkan ke pengadilan;
“Ini bukan hanya penghentian perkara, tapi langkah konkret menuju peradilan yang lebih manusiawi,” kata JAM-Pidum Asep Nana Mulyana.
Keputusan ini menegaskan komitmen Kejaksaan dalam mengedepankan restorative justice sebagai pendekatan alternatif yang memberi ruang pemulihan sosial dan kemanusiaan. Tidak semua perkara harus berakhir di pengadilan. Bila perdamaian tercapai dan masyarakat menerima, hukum bisa menjadi alat rekonsiliasi, bukan sekadar penghukuman.
Editor :Tim Sigapnews