Jangan Biarkan Hukum Dikendalikan Politik
IMM Riau Desak KPK Ambil Alih Skandal SPPD Fiktif DPRD Riau!

Ketua Umum DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Riau, Alpin Jarkasi Husein
PEKANBARU — Riau kembali diguncang oleh polemik hukum yang memalukan. Kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif yang melibatkan oknum DPRD Riau hingga kini masih mandek penanganannya. Skandal ini tercium publik sejak lama, namun hingga pertengahan 2025 belum juga ada kejelasan siapa yang bertanggung jawab.
Padahal, kasus ini mencuat di tengah kesulitan ekonomi masyarakat yang semakin mencekik. Sementara uang negara diduga dikorupsi hingga miliaran rupiah, proses hukum justru stagnan dan penuh misteri.
Penegakan hukum yang seharusnya tegas, justru tampak melempem dan terkesan seperti "panggung sandiwara".
"Korupsi adalah bentuk pengkhianatan paling keji terhadap rakyat," tegas Iyowan May Ozifa, Ketua Bidang Hikmah Politik dan Kebijakan Publik.
Ia menekankan bahwa hukum tidak boleh tunduk pada tekanan politik atau opini liar di tengah masyarakat.
"Jika memang ada bukti, umumkan secara terbuka. Jika tidak, hentikan sandiwara ini. Penegakan hukum harus berdiri atas keadilan, bukan drama politik," tegas Iyowan.
Kekesalan yang sama juga disuarakan Ketua Umum DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Riau, Alpin Jarkasi Husein. Ia mendesak langsung kepada Kapolri agar tidak membiarkan skandal ini berakhir tanpa kejelasan hukum.
"Jangan biarkan kasus ini berhenti di Polda Riau. Jika perlu, KPK harus ambil alih agar hukum tidak jadi bahan olok-olok publik. Kami meminta atensi nasional," ujar Alpin dengan nada keras.
Alpin menegaskan, IMM Riau siap berdiri sebagai garda sipil untuk mengawal kebenaran. Ia bahkan memberikan ultimatum:
"Jika dalam waktu dekat tidak ada perkembangan signifikan, kami akan secara resmi meminta KPK turun tangan. Ini soal integritas hukum dan kepercayaan publik," katanya.
Kemarahan publik bukan tanpa dasar. Banyak pihak meyakini bahwa kasus SPPD fiktif ini sudah menyentuh nama-nama besar di DPRD Riau. Namun sampai sekarang, tak satu pun diumumkan sebagai tersangka. Ini menambah panjang daftar kekecewaan terhadap aparat penegak hukum di daerah.
Yan Ardiyansyah, Direktur Pos Bantuan Hukum (Posbakum) DPD IMM Riau, menilai persoalan ini lebih dari sekadar tindakan individu.
"Ini soal sistem yang cacat. Tata kelola anggaran yang amburadul memberi celah besar untuk korupsi berjamaah. Kita butuh reformasi total dalam pengelolaan keuangan daerah," ujar Yan.
IMM Riau juga mengingatkan bahwa skandal ini bukan hanya merugikan negara secara finansial, tapi juga secara moral. Citra Riau sebagai provinsi yang kaya sumber daya alam bisa tercoreng karena ulah segelintir elit yang rakus.
"Kami tidak ingin Riau dicap sebagai wilayah yang kotor karena kerakusan pejabatnya," tegas Alpin.
"Penegakan hukum yang adil dan transparan adalah satu-satunya jalan untuk memulihkan martabat daerah ini, tegas Ketua Umum DPD IMM Riau.
IMM Riau memastikan akan terus mengawal kasus ini. Mereka bahkan tengah mempersiapkan langkah-langkah advokasi publik dan aksi massa jika tidak ada perkembangan konkret dalam waktu dekat.
Skandal SPPD fiktif DPRD Riau telah membuka mata publik tentang betapa rapuhnya sistem penegakan hukum di daerah. Di tengah harapan akan keadilan yang bersih dan tidak tebang pilih, masyarakat kini menanti: Apakah aparat penegak hukum berani memilih berdiri di sisi rakyat, atau tetap terjebak dalam lingkar kekuasaan? Riau tidak butuh janji, tapi aksi nyata untuk menegakkan keadilan.
Editor :Tim Sigapnews