Kejaksaan Setop Penuntutan Kasus Penganiayaan Anak di Maluku!

Wakajati Maluku, Dr. Jefferdian, didampingi Asisten Tindak Pidana Umum, Yunardi, S.H., M.H., secara virtual menerima usulan penghentian penuntutan restoratif dalam kasus penganiayaan di Desa Wakarleli - Moa, Kabupaten Maluku Barat Daya.
Maluku – Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Dr. Jefferdian, didampingi Asisten Tindak Pidana Umum, Yunardi, S.H., M.H., secara virtual menerima usulan penghentian penuntutan berdasarkan prinsip keadilan restoratif dalam kasus penganiayaan di Desa Wakarleli - Moa, Kabupaten Maluku Barat Daya, pada Kamis (20/03/2025).
Kepala Kejaksaan Negeri Maluku Barat Daya, Hery Somantri, S.H., M.H., bersama Kasi Pidum, Reinaldo Sampe, S.H., M.H., mengajukan permohonan tersebut kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Permohonan itu terkait penghentian penuntutan terhadap tersangka "RT" alias IWAN, yang didakwa dalam perkara penganiayaan anak di bawah umur.
Kasus ini bermula saat tersangka RT mengira korban, PAKT alias PATRA, telah memukul adiknya. Tanpa memastikan kebenarannya, RT langsung melakukan pemukulan. Namun, setelah diselidiki lebih lanjut, ternyata korban bukanlah pelaku yang dimaksud. Menyadari kesalahannya, RT menyesal dan meminta maaf kepada korban.
Secara hukum, RT disangkakan melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP. Akibat kejadian ini, korban mengalami nyeri, bengkak kemerahan di punggung, serta luka lecet di siku akibat pukulan benda tumpul. Ancaman hukuman maksimal bagi tersangka adalah 3 tahun 6 bulan penjara.
Namun, setelah dilakukan mediasi oleh Tim Restorative Justice Kejari Maluku Barat Daya pada 11 Maret 2025, pihak korban menerima permintaan maaf tersangka dan sepakat menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan tanpa syarat tambahan. Proses mediasi ini melibatkan berbagai pihak dan berjalan secara objektif.
Dalam pengajuan penghentian penuntutan, Kejari Maluku Barat Daya memastikan bahwa persyaratan sesuai Pasal 5 Ayat (1) terpenuhi, yakni tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman di bawah 5 tahun, serta nilai kerugian tidak lebih dari Rp2.500.000,-.
Setelah mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, Tim Restoratif Justice pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyetujui penghentian penuntutan.
"Penghentian ini dilakukan untuk mengedepankan keadilan bagi semua pihak dan memberikan kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki diri," ungkap Dr. Jefferdian.
Dengan keputusan ini, diharapkan penerapan keadilan restoratif semakin efektif dalam menyelesaikan perkara pidana ringan secara damai dan berkeadilan.
Editor :Tim Sigapnews