Setiap Tahun, 17.200 Ton Limbah Repu Sagu Terjun Kelaut Dan Sungai Di Meranti
Kondisi salah satu kilang sagu yang membuang limbah repu sagu kelaut
Meranti - Sigapnews.co.id, Sagu yang disebut-sebut pemerintah menjadi bahan pokok alternatif merupakan komoditi utama kabupaten kepulauan meranti, Sagu telah banyak memberi pengaruh ekonomi kepada masyarakat sehingga dilirik perusahaan ternama untuk berivestasi.
Salah satu contohnya PT Nasional Sagu Prima merupakan anak perusahaan Sampoerna Grub telah eksis selama hampir 2 dekade menggeluti bidang pengelolaan dan budidaya tanaman sagu dengan mengantongi ratusan ribu hektar lahan konsesi.
Disamping itu terdapat juga kilang-kilang masyarakat yang beroprasi secara turun temurun sejak puluhan tahun lalu yang tersebar hampir diseluruh wilayah kepulauan meranti.
Gaung sagu meranti sudah sangat familiar dan tidak diragukan lagi di tingkat nasional sehingga event seperti festival pangan sagu nusantara 2014 serta pembangunan sentral sagu terpadu disungai Tohor Kecamatan Tebing Tinggi Timur menjadi salah satu bukti keseriusan pemerintah untuk meningkatkan sagu menjadi komoditi pangan alternatif nasional.
Hal tersebut seperti bertolak belakang dengan limbah yang dihasilkan, Meranti kota Sagu sebagai julukanya seolah-olah tertutup dengan permasalahan limbah Repu yang menjadi ancaman kerusakan lingkungan yang terjadi sejak puluhan tahun hingga saat ini.
Seperti tidak ada solusi yang tepat serta mengancam kelangsungan ekosistem disekitar sungai, laut dan lingkungan dikarenakan ratusan bahkan ribuan ton limbah repu yang termasuk limbah non organik menderu mengalir kesungai hingga laut meranti setiap tahunnya.
Saat ditemuai Media dikantornya, selasa (10/12/19), Kepala bidang pengendalian pencemaran lingkungan Dinas lingkungan hidup (DLH) Kepulauan Meranti Khairul menjelaskan ini bukan persoalan baru, mereka ( pemilik kilang ) sering kita ingatkan tetapi tetap tidak mengindahkan, bahkan kolam ipal yang kita sarankan itu banyak yang tidak sesuai standar yang telah ditentukan.
" Kita dengan dibantu Pejabat pengawas lingkungan hidup daerah ( PPLHD ) Provinsi Riau melakukan monitoring sebanyak tiga (3) kali setahun untuk melakukan pembinaan tetapi tidak terlalu di gubris oleh pemilik kilang, contohnya saja ukuran standar kolam ipal yang tidak memadai dan banyak ditemukan sudah tidak terawat, volume limbah repu tidak sesuai dengan ukuran kolamnya, dan lucunya ketika kami sidak langsung, disitu mereka baru sibuk memperbaiki administrasi izin hingga membuat kolam itu",
"Sesuai aturan, kapasitas produksi dan standar minimal kilang harus memiliki empat (4) kolam ipal dengan ukuran 6X6 meter yang diwajibkan oleh DLH, Sementara Izin pembuangan limbah cair ke laut ada di kementrian pusat dan belum ada pelimpahan wewenang ke pemerintah daerah tetapi kami sudah mengajukan".
Jelasnya lagi "Ada tiga (3) kilang yang sampai saat ini secara admintrasi sudah dilakukan teguran sebanyak dua (2) kali, jika kedepan nantinya pemeliharaan dan pembuatan ipal tidak dilaksanakan atau diketahui secara sengaja membuang limbah langsung kesungai dan laut maka kami akan tindak tegas hingga paksaan penutupan sementara terhadap kilang tersebut".
Tambanya lagi, "Dari data DLH Meranti kilang yang terdata sekitar 76 kilang, dan ada sekitar 64 yang aktif dibawah koprasi harmonis, sementara itu ada 3 kilang yang akan menerima sangsi berat hingga penutupan sementar produksinya".
Sambungnya "Ditahun 2017 saja repu yang dihasilkan adalah 1/3 dari jumlah hasil produksi setiap kilang, kalau dirata-ratakan dari seluruh kilang yang aktif berjumlah 64 kilang memproduksi sebesar 51.600 ton dan 1/3 nya adalah 17.200 ton limbah yang dihasilkan, kami juga memprediksi ditahun 2018 hingga 2019 datanya tidak jauh berbeda". Tutup khairul
Dari pantaun Sigapnews.co.id dibeberapa sungai dan anak sungai seperti Sungai makam, sungai suir, sungai prumbi, sungai sonde dan sungai terus hasilnya sangat mencengangkan, lumpur bercampur lumut serta bau pekat juga dirasakan ketika melintasi sungai tersebut, bibir pantai terlihat kehijauan dikarekan endapan air limbah repu bercampur lumpur yang sudah bertahun-tahun terkonsentrasi di wilayah sungai tersebut.
Kebanyakan Pemilik kilang sagu saat dikonfirmasi hanya mengarahkan untuk bertanya langsung ke koprasi harmoni tentang dampak yang ditimbulkan hingga mengancam lingkungan meranti kedepanya serta tidak adanya perhatian khusus seperti bantuan kepada masyarakat yang terdampak langsung terhadap limbah repu tersebut.
Hal ini tentunya menjadi penghabat bagi masyarakat yang bermata pencarian disungai dan laut, contohnya nelayan ikan, nelayan kepiting, siput serta meningkatnya kadar asam yang merusak kelangsungan ekosistem hutan mangrove.
Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan aturan pemerintah seperti Peraturan Mentri LH No.2 tahun 2013 tentang "Penerapan pedoman sangsi adminitrasi tentang pengelolahan lingkungan hidup", Peraturan Daerah kepulauan Meranti no.6 tahun 2015 tentang "pengendalian dan perusakan lingkungan hidup", sementara itu ancaman pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH sebagai berikut: "Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin". Pasal 104 UU PPLH: "Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Selain itu, Pajak hasil produksi pengelolaan sagu yang di serap Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Kepualan Meranti dinilai sangat minim dibandingkan dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh kilang yang bergerak di sektor pengelolaan sagu ini.
Kepala Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti melalui kabid Pengembangan dan potensi Erry yoserizal menjelaskan kepada media bahwa pajak yang dipungut berupa Pajak Bumi Bangunan perhutanan perkebunan ( PBBP2 ) dan juga pajak Papan Reklame.
Dijelaskanya, selain nilainya yang rendah, distribusi PBBP2 tersebut belum maksimal dan masih banyak pemilik kilang atau anggota dari koprasi harmonis yang belum terdaftar dan juga ada beberapa yang sudah terdaftar, datanya sendiri ada di kantor pelayanan pajak pratama yang dikelola oleh kantor Pusat dijakarta".
Dari hasil distribusi tersebut kita hanya menerima 64,8% dari hasil pajak dan dimasukkan kedalam Dana Bagi Hasil ( DBH ) Daerah Meranti.
Tambanya lagi "Dalam waktu dekat ini Kantor Pelayanan Pajak Pratama ( KPPP ) Bengkalis yang berkantor di Duri akan turun ke Meranti untuk melakukan sosialisasi serta berdiskusi terkait distribusi Pajak Bumi bagunan perhutanan, perkebunan, pertambangan (PBBP3) serta potensi dan pengembangan dibidang pengelolaan sagu. Ujarnya.
**red/rio
Editor :Tim Sigapnews