Membangun Kolaborasi Lintas Profesi dan Kecerdasan Emosional dalam Lingkungan Rumah Sakit

Mimellia Agnesya Edra S.Ked, mahasiswa S2 Program Studi Magister Manajemen dengan konsentrasi Manajemen SDM
Pekanbaru - Mimellia Agnesya Edra S.Ked, mahasiswa S2 Program Studi Magister Manajemen dengan konsentrasi Manajemen SDM, sekaligus mahasiswa profesi dokter (co-ass) di salah satu rumah sakit umum daerah di Pekanbaru, mengangkat isu penting dalam pengelolaan hubungan kerja di sektor kesehatan.
Di bawah bimbingan Dr. Richa Afriana Munthe, S.E., M.M. dan Dr. Imran Al Ucok Nasution, S.T., M.M., Mimellia menyoroti pentingnya membangun budaya kolaboratif dan saling menghargai antar tenaga kesehatan sebagai fondasi pelayanan medis yang aman, efektif, dan manusiawi.
Rumah sakit merupakan lingkungan kerja yang kompleks dan penuh tekanan, di mana keberhasilan pelayanan sangat bergantung pada kerja sama lintas profesi dokter, perawat, apoteker, tenaga laboratorium, petugas administrasi, hingga mahasiswa kedokteran.
Namun dalam praktiknya, Mimellia menyaksikan berbagai tantangan seperti: (1) komunikasi yang kurang efektif antarprofesi, (2) perbedaan cara pandang dan ego sektoral, (3) kurangnya penghargaan terhadap peran profesi lain, termasuk mahasiswa profesi, serta (4) ketegangan emosional akibat beban kerja yang tinggi.
Kondisi ini tidak hanya menghambat proses pembelajaran klinis, tetapi juga berpotensi menurunkan kualitas pelayanan kepada pasien. Untuk menjawab tantangan tersebut, Mimellia mengusulkan penerapan dua pendekatan teoritis yang saling melengkapi.
Pertama, Interprofessional Collaboration Theory, yang menekankan pentingnya kerja sama tim antarprofesi dalam sistem kesehatan. Elemen kuncinya adalah mutual respect saling menghargai peran dan kompetensi masing-masing profesi sebagai dasar kolaborasi yang efektif.
Kedua, Emotional Intelligence Theory, yang menjelaskan bahwa kemampuan mengenali, memahami, dan mengelola emosi diri dan orang lain sangat penting dalam membangun hubungan kerja yang sehat, terutama dalam lingkungan kerja bertekanan tinggi seperti rumah sakit.
Sebagai solusi profesional, Mimellia mengusulkan beberapa langkah konkret:
(1) Menyelenggarakan pelatihan komunikasi interprofesional yang melibatkan seluruh elemen rumah sakit, termasuk mahasiswa profesi.
(2) Membentuk forum diskusi lintas profesi secara rutin untuk membahas kasus klinis, etika kerja, dan dinamika tim.
(3) Membiasakan penggunaan bahasa yang saling menghargai dan membangun, baik dalam interaksi formal maupun informal.
(4) Mendorong peran aktif atasan klinik atau supervisor dalam menciptakansuasana pembelajaran yang suportif dan membuka ruang umpan balik dua arah.
(5) Mengintegrasikan pelatihan kecerdasan emosional dalam program pengembangan SDM rumah sakit untuk memperkuat empati, kesabaran, dan ketahanan emosional tenaga kesehatan.
Pendapat profesional Mimellia Agnesya Edra S.Ked ini mendapatkan tanggapan dari Dr. Chandra Bagus, S.T., M.M., seorang praktisi manajemen dan engineering.
Menurutnya, kombinasi antara Interprofessional Collaboration Theory dan Emotional Intelligence Theory merupakan pendekatan yang sangat relevan dan aplikatif dalam konteks rumah sakit.
Keduanya termasuk dalam kategori Middle-Range Theory karena fokus pada dinamika perilaku kerja dan hubungan antarindividu dalam organisasi.Sebagai penguatan solusi, Dr. Chandra Bagus mengusulkan pembentukan Clinical Collaboration & Wellbeing Unit, yaitu tim internal yang bertugas memfasilitasi pelatihan lintas profesi, mengelola forum komunikasi antarunit, dan menyediakan dukungan psikososial bagi tenaga kesehatan dan mahasiswa profesi.
Unit ini diharapkan menjadi motor penggerak budaya kerja yang kolaboratif, sehat secara emosional, dan berorientasi pada keselamatan serta kepuasan pasien.
Editor :Tim Sigapnews