Dinkes Purwakarta Bungkam Soal SLHS Dapur MBG Tanpa IPAL
Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta memilih bungkam ketika dikonfirmasi soal dugaan dapur MBG yang beroperasi tanpa Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) namun tetap memperoleh Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS)
PURWAKARTA — Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta memilih bungkam ketika dikonfirmasi soal dugaan dapur MBG yang beroperasi tanpa Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) namun tetap memperoleh Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Ketika awak media menelusuri persoalan ini pada Jumat (5/12/2025), tidak satu pun pejabat Dinkes memberi penjelasan, termasuk mengenai mekanisme penerbitan sertifikat bagi fasilitas yang diduga tak memenuhi standar sanitasi dasar.
Upaya konfirmasi kepada Kabid Sumber Daya Kesehatan Dinkes Purwakarta, Dr. Ano Nugraha, MM, terkait kemungkinan adanya pengecualian regulasi, catatan teknis, hingga proses verifikasi sebelum SLHS diterbitkan, tidak mendapatkan jawaban.
Bahkan permintaan data jumlah dapur SPPG yang beroperasi beserta masa berlaku sertifikat masing-masing fasilitas juga tidak ditanggapi.
Kebungkaman itu memunculkan tanda tanya besar, terlebih setelah laporan seorang ahli gizi mengenai kondisi sanitasi salah satu SPPG di Kelurahan Ciseureuh tak mendapatkan tindak lanjut.
Publik mulai mempertanyakan apakah Dinkes tengah menutupi kelemahan administrasi, atau lebih buruk lagi, mengabaikan potensi bahaya yang mengancam kesehatan anak-anak penerima program MBG.
Di sisi lain, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Purwakarta justru terang-terangan menyampaikan temuan mengejutkan. Kepala DLH, Erlan Diansyah, mengatakan ada sekitar 42 dapur SPPG MBG yang beroperasi tanpa IPAL, sebagaimana diatur dalam Permen LHK Nomor 11 Tahun 2025.
“Urusan IPAL dan sanitasi itu wewenang kami. Aturan hukumnya jelas. Kami menemukan ada dapur MBG yang membuang limbah langsung ke sungai. Ini tidak bisa dibiarkan,” ujarnya.
Erlan menjelaskan bahwa IPAL berfungsi mengolah limbah cair seperti air cucian, sisa makanan, minyak, hingga lemak agar aman sebelum dilepas ke lingkungan.
Tanpanya, risiko pencemaran dan dampak kesehatan dapat meningkat drastis.
“Tujuannya menjaga kesehatan masyarakat. Jadi regulator tidak boleh main-main,” tegasnya.
Sebelumnya, Komisi III DPRD Purwakarta telah memanggil SPPG, Dinkes, dan DLH untuk meminta penjelasan. Hasilnya mengejutkan: seluruh dapur SPPG di Purwakarta belum memiliki IPAL, padahal syarat tersebut wajib untuk memenuhi standar sanitasi dan lingkungan.
Pengamat kebijakan publik dari Analitika Purwakarta, Rizky Widya Tama, menilai sikap diam Dinkes sebagai pengkhianatan terhadap amanah publik.
“Ini bukan sekadar administrasi, ini soal keselamatan generasi penerus. Jika benar dapur tanpa IPAL tapi mendapat SLHS, itu jelas kejahatan,” tegasnya.
Rizky meminta audit menyeluruh terhadap proses penerbitan SLHS serta pengawasan dapur MBG.
“Jangan biarkan program mulia ternodai oleh kelalaian dan praktik koruptif yang membahayakan nyawa anak-anak,” ujarnya.
Publik kini menunggu langkah tegas pemerintah daerah agar persoalan ini tidak terus menjadi ancaman kesehatan bagi ribuan penerima program MBG di Purwakarta.
Editor :Tim Sigapnews