Gaza, Tanah yang Berdarah!

Lebih dari 60.000 nyawa melayang sejak perang Israel–Hamas pecah, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak.. Foto: tvOnenews.com
Jalur Gaza kembali menjadi simbol luka dunia. Lebih dari 60.000 nyawa melayang sejak perang Israel–Hamas pecah, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak.
Situasi ini memicu kecaman keras dari masyarakat internasional, termasuk Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres.
“Rencana pendudukan Israel atas Gaza adalah sebuah eskalasi berbahaya yang mengancam keselamatan rakyat Palestina,” tegas Guterres di markas PBB.
Guterres memperingatkan bahwa langkah tersebut akan memperburuk konflik dan memperbesar pertumpahan darah.
Data kemanusiaan hingga Jumat (8/8/2025) menunjukkan, selain korban jiwa yang terus bertambah, Gaza kini terjebak dalam kelaparan parah akibat blokade panjang. Rumah-rumah hancur, rumah sakit lumpuh, dan pasokan pangan nyaris habis.
Namun, dukungan terhadap Israel tetap datang dari sekutunya. Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan, Washington hanya akan fokus pada bantuan kemanusiaan.
“Langkah lebih lanjut Israel di Gaza terserah kepada mereka,” kata Trump.
Ia mengungkapkan bahwa AS telah menyalurkan 60 juta dolar AS untuk bantuan, sekaligus mendorong negara-negara Arab menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
Di tengah krisis, suara rakyat Gaza menggema penuh keputusasaan. Ahmed Hirz, warga yang telah delapan kali mengungsi sejak perang dimulai, menegaskan tekadnya untuk tetap bertahan.
“Saya bersumpah demi Tuhan bahwa saya telah menghadapi kematian sekitar 100 kali. Lebih baik mati di sini daripada meninggalkan tanah ini,” ucapnya kepada Al Jazeera.
“Kami telah melalui penderitaan, kelaparan, penyiksaan, dan keputusan akhir kami adalah mati di sini.” tambah Ahmed Hirz.
Konflik Gaza telah berlangsung lebih dari 75 tahun tanpa titik terang. Berbagai perundingan gagal menghentikan penindasan, sementara kekuatan veto Amerika di Dewan Keamanan PBB membuat dunia tak berdaya.
Sebagian pengamat menilai, solusi sesungguhnya hanya dapat dicapai jika negara-negara Islam bersatu mengusir pasukan Israel dari Gaza. Namun, langkah itu menuntut keberanian politik dan kekuatan militer yang hingga kini belum terwujud.
Gaza kini bukan sekadar wilayah konflik, melainkan tanah yang berdarah, di mana setiap tetes air mata dan darah menjadi saksi bisu kegagalan dunia menjaga kemanusiaan.
Penulis: Nurzihan, Mahasiswi USU
Editor :Tim Sigapnews