Bandung Lautan Api: Ketika Kota Dibakar Demi Kemerdekaan!

Thonang Effendi, Ketua Departemen Pendidikan Umum dan Pelatihan DPP LDII dan Pemerhati dan Praktisi Pendidikan Karakter Generus Bangsa.
Tujuh puluh sembilan tahun lalu, Kota Bandung berubah menjadi lautan api dalam aksi heroik yang mengguncang sejarah.
Pada 23-24 Maret 1946, Tentara Republik Indonesia (TRI) dan rakyat Bandung membakar kota mereka sendiri untuk mencegah Sekutu dan Belanda yang membonceng NICA menjadikannya markas strategis.
Pada tengah malam, Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan pasukan TRI. Langit menghitam oleh asap tebal, bangunan terbakar hebat, dan listrik padam total.
Kota yang sebelumnya hidup berubah menjadi puing-puing yang menyala. Peristiwa ini dikenal sebagai Bandung Lautan Api, simbol pengorbanan demi mempertahankan kemerdekaan yang baru diraih.
Mengapa Bandung Dibakar?
Keputusan membakar Bandung bukan tanpa alasan. Saat itu, Belanda berupaya merebut kembali Indonesia melalui NICA dengan dukungan tentara Sekutu.
Masyarakat Bandung tak rela tanah mereka dijadikan basis musuh. Dengan semangat perjuangan, mereka memilih meninggalkan rumah dan membumihanguskan kota agar tak bisa dimanfaatkan oleh penjajah.
“Ini bukan sekadar pembakaran kota, ini adalah simbol perlawanan. Kami lebih memilih menghancurkan sendiri daripada menyerahkannya kepada musuh,” ungkap salah satu saksi sejarah dalam catatan perjuangan.
Dampak Dahsyat: Kota Hancur, Semangat Tak Padam
Aksi heroik ini membawa dampak besar. Sebagian besar infrastruktur Kota Bandung hancur, ribuan penduduk mengungsi ke daerah yang lebih aman. Kehidupan mereka berubah drastis, namun semangat juang tetap menyala.
Meski kehilangan rumah dan harta benda, masyarakat Bandung menerima peristiwa ini dengan ikhlas. Mereka meyakini bahwa kemerdekaan lebih berharga dibanding kepemilikan pribadi. “Kami kehilangan segalanya, tapi kami tetap memiliki kehormatan sebagai bangsa yang merdeka,” ujar seorang veteran dalam arsip sejarah.
Hikmah dari Bandung Lautan Api
Bandung Lautan Api mengajarkan bahwa pengorbanan adalah harga dari kemerdekaan. Dalam sejarah Islam, cinta tanah air dianggap bagian dari iman.
KH. Muhammad Hasyim Asy’ari pernah mengatakan, “Hubbul wathan minal iman” (cinta tanah air adalah bagian dari iman). Ungkapan ini membangkitkan semangat rakyat dalam mempertahankan Indonesia dari penjajahan.
Dari tragedi ini, kita belajar empat prinsip utama:
1. Bersyukur saat diberi nikmat kemerdekaan.
2. Istirja’ atau mengembalikan semua kepada Allah ketika menghadapi kehilangan.
3. Bersabar dalam menghadapi cobaan.
4. Bertaubat jika melakukan kesalahan dalam perjuangan.
Warisan Perjuangan: Inspirasi bagi Generasi Muda
Kini, Bandung kembali menjadi kota modern yang maju, tetapi semangat pengorbanan itu tetap hidup. Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa kebebasan yang kita nikmati hari ini dibayar dengan darah dan air mata para pejuang.
Generasi muda diharapkan tidak melupakan sejarah dan terus mengisi kemerdekaan dengan perjuangan di bidang pendidikan, ekonomi, dan teknologi.
“Jangan biarkan pengorbanan ini sia-sia. Kita harus menjadi generasi yang membangun, bukan hanya mengenang,” tegas seorang sejarawan.
Bandung Lautan Api bukan hanya kisah masa lalu, tetapi juga pesan abadi tentang keberanian, pengorbanan, dan kecintaan pada tanah air. Peristiwa ini mengajarkan bahwa kemerdekaan bukan hadiah, melainkan hasil dari perjuangan tanpa henti.**
Penulis:
Thonang Effendi
Ketua Departemen Pendidikan Umum dan Pelatihan DPP LDII
Pemerhati dan Praktisi Pendidikan Karakter Generus Bangsa
Editor :Tim Sigapnews