Eksploitasi Tenaga Terdidik, Program Praktik Kerja Lapangan (PKL) Rentan Modus Eksploitasi
Penulis: Nurzihan Mahasiswi Sastra Jepang
Program magang dan Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan bagian penting dari pendidikan, baik itu di tingkat menengah seperti SMK maupun di perguruan tinggi. Tujuan dari program ini adalah untuk memberikan keterampilan praktis kepada peserta didik agar mereka siap menghadapi dunia kerja, khususnya di sektor industri dan bisnis.
Program PKL juga merupakan implementasi dari konsep “link and match” antara dunia pendidikan dengan dunia usaha dan industri (DUDI).
Namun, di balik tujuannya yang sangat mulai itu, terdapat realitas yang tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan, akibatnya pelajar SMK ataupun mahasiswa sering sekali menjadi korban dari eksploitasi tenaga kerja yang berkedok magang atau PKL. Dimana mereka dihadapkan dengan beban kerja yang berlebihan, tanpa adanya jaminan keselamatan dalam berkerja serta panjangnya waktu berkerja yang itu tanpa upah. Dari sini bisa dilihat bahwa bentuk dari eksploitasi ini hanya menguntungkan dunia usaha saja tanpa menguntungkan peserta didik.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap bahwa program PKL bagi pelajar SMK kerap kali rentan menjadi modus eksploitasi pekerja anak. KPAI mencatat adanya kasus-kasus di mana pelajar SMK diperlakukan layaknya pekerja dengan beban kerja yang berat namun tanpa kompensasi yang layak. “Program ini sering disalahgunakan oleh perusahaan untuk mendapatkan tenaga kerja murah,” dikutip dari Tempo.com.
Tidak hanya itu, KPAI juga menyoroti bahwa bukan hanya eksploitasi saja tapi adanya modus baru yaitu trafficking, yang mana itu melibatkan anak-anak pendidik melalui program magang ke luar negeri, yang secara tidak langsung ingin memanfaatkan program ini sebagai cara untuk memperbudak anak-anak. Ini adalah salah satu bentuk nyata dari sistem kapitalisme yang mana mereka membuka celah bagi eksploitasi dengan dalil agar memberikan pengalaman dalam berkerja bagi pelajar dan juga mahasiswa.
“Ribuan mahasiswa dieksploitasi secara terselubung melalui program magang ini, yang seharusnya bertujuan mendidik, bukan memanfaatkan,” dikutip dari kompas.com.
Kondisi ini sangat memberi keresahan dalam masyarakat, tapi sayangnya, sistem yang ada pada hari ini tidak mampu untuk memberikan solusi yang tuntas untuk mengatasih masalah
ini. Oleh karena itu kapitalisasi pendidikan saat ini sangatlah bergantung pada dunia usaha sehingga pelajar dan juga mahasiswa semangkin rentan untuk dieksploitasi.
Jika dilihat, dalam sisitem islam, negaralah yang sangat berperan penting atau aktif dalam menyediakan Sumber Daya Alam (SDM) yang berkepribadian sesuai dengan islam, unggul, serta memiliki keterampilan dan jiwa kepemimpinan yang sangat kuat.
Negara lah yang bertanggung jawab penuh atas ini semua untuk menyediakan sarana dan prasarana yang baik serta yang dibutuhkan oleh masyarakatnya dan mencetak SDM yang berkualitas tanpa bergantung pada sektor swasta yang hanya memanfaatkan situasi untuk kepentingan sendiri.
Dengan adanya sistem islam, maka negara dapat melahirkan atau mencetak generasi-generasi yang unggul, beretika, serta memiliki keahlian yang tentunya bermanfaat bagi masyarakat sekitar, tanpa terjebak dengan program eksploitasi tenaga kerja. Dan generasi yang dihasilkan oleh sistem pendidikan islam akan siap berkontribusi secara produktif di berbagai sektor, baik itu di bidang industri, bisnis, maupun lainnya.
Maka dari itu, sudah seharusnya kita kembali kepada sistem Islam. Yaitu sistem yang hakiki, sistem yang berasal dari Sang Pencipta, yang dapat membawa kita semua kepada kemaslahatan bagi seluruh alam. Wallahu’alam bissawab.
Editor :Tim Sigapnews