5.000 TKA Ilegal Tiongkok di RI? Fakta Mengejutkan Terungkap!

Paramadina Public Policy Institute (PPPI) bersama Forum Sinologi Indonesia menggelar diskusi publik bertajuk “Tenaga Kerja Asing (TKA) dan Hubungan Indonesia-China
Jakarta – Paramadina Public Policy Institute (PPPI) bersama Forum Sinologi Indonesia menggelar diskusi publik bertajuk “Tenaga Kerja Asing (TKA) dan Hubungan Indonesia-China: Perkembangan Termutakhir” di Jakarta, Senin (5/5/2025), mengungkap fakta mengejutkan soal kehadiran TKA asal Tiongkok di Indonesia.
Diskusi yang diadakan di Universitas Paramadina ini menghadirkan sejumlah pakar lintas bidang untuk membahas dampak kehadiran tenaga kerja asing Tiongkok terhadap ekonomi, investasi, dan kedaulatan Indonesia.
Salah satu temuan yang mencengangkan datang dari Staf Ahli Kemenkumham, Anggiat Napitupulu, yang mengungkap dugaan ribuan TKA ilegal asal Tiongkok bekerja di proyek strategis nasional (PSN).
“Data kami mencatat pada Maret 2022, izin kerja dan kunjungan yang diterbitkan belum mencapai 13.000. Tapi hanya sekitar 5.000 yang memiliki izin tinggal resmi. Artinya, sebagian besar lainnya patut dicurigai ilegal,” tegas Anggiat.
Ia menambahkan, visa bukanlah izin mutlak. “Visa hanya rekomendasi. Negara berhak menolak siapa pun yang tidak memenuhi syarat,” ujarnya.
Managing Director PPPI, Ahmad Khoirul Umam, menyoroti meluasnya investasi Tiongkok di sektor industri nikel dan dampaknya terhadap struktur ekonomi serta tenaga kerja di Indonesia.
“Kita perlu kebijakan yang matang untuk merespons dominasi Tiongkok dalam rantai pasok global,” jelasnya.
Sementara itu, ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai daya saing Indonesia terus menurun.
“Peringkat indeks pembaruan ekonomi Indonesia turun dari posisi 53 ke 70. Ini alarm bahwa kita belum maksimal dalam integrasi global,” katanya.
Dr. Muhammad Iksan dari PPPI menambahkan bahwa dinamika geopolitik global, khususnya perang dagang AS-Tiongkok, ikut menentukan arah investasi.
“Negara berkembang seperti Indonesia jadi medan perebutan, bukan penerima manfaat utama,” ujarnya.
Ali Chaidar Zamani dari Kementerian Ketenagakerjaan menegaskan prosedur TKA tetap selektif.
“Asasnya adalah transfer teknologi, resiprositas, dan kebutuhan tenaga ahli yang belum ada di dalam negeri,” jelasnya.
Johanes Herlijanto dari Forum Sinologi Indonesia mengangkat sisi sosial dari kehadiran TKA Tiongkok. Ia membedakan antara migran lama dan baru yang memiliki tingkat penerimaan publik yang berbeda.
“Sejak 2015, muncul banyak kritik karena banyak yang datang tanpa izin tinggal sah,” ungkap Johanes.
Diskusi ini menegaskan bahwa isu TKA Tiongkok bukan sekadar soal izin administratif, tetapi juga menyangkut kedaulatan, strategi ekonomi, dan hubungan bilateral yang lebih kompleks. Pemerintah Indonesia dituntut lebih sigap dalam pengawasan dan penyesuaian regulasi agar kepentingan nasional tetap terjaga.
Editor :Tim Sigapnews