Skandal Konsinyasi Pertamina Rp95 Miliar, PN Bitung dan BPN Terseret Skandal Sertifikat Palsu?
Dua sertifikat tanah yang dipakai sebagai dasar gugatan dana konsinyasi ganti rugi lahan Pertamina Bitung, yakni SHM No. 342/1999 terungkap tidak memiliki warkah dan tidak terdaftar di ATR/BPN Bitung.
BITUNG – Polemik dana konsinyasi ganti rugi lahan Pertamina Bitung senilai Rp95 miliar kembali memanas.
Dua sertifikat tanah yang dipakai sebagai dasar gugatan, yakni SHM No. 342/1999 atas nama keluarga Pontoh dan SHM No. 01/1978 atas nama Simon Tudus, terungkap tidak memiliki warkah dan tidak terdaftar di ATR/BPN Bitung.
Skandal ini semakin menyita perhatian publik setelah sebelumnya kasus serupa terjadi pada dana konsinyasi jalan tol senilai Rp53 miliar.
Dana itu raib usai dicairkan secara kilat di bawah kendali Ketua PN Bitung Johanis Dairo Malo, SH, MH pada akhir 2024 hingga awal 2025.
Proses pencairan yang terburu-buru dinilai mengabaikan proses hukum banding dan kasasi ahli waris.
Tidak berhenti di situ, kasus lain kembali muncul lewat Sertifikat No. 529 yang diterbitkan berdasarkan akta hibah palsu. Fakta ini bahkan sudah diperkuat hasil uji laboratorium kriminalistik Polda Sulawesi Selatan No. KAB;4655/DTF/XI/2019.
Dugaan permainan mafia tanah pun menyeruak, menyasar konsinyasi Pertamina yang nilainya hampir dua kali lipat dari kasus sebelumnya.
Informasi terbaru menyebutkan, surat Ketua PN Bitung terkait rencana pencairan dana Rp95 miliar sudah beredar.
Kondisi ini kian pelik karena laporan pemalsuan dokumen tanah telah resmi masuk ke Polda Sulut dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pemerhati hukum Efraim Lengkong angkat suara. Ia menegaskan sertifikat tanpa warkah bisa dikategorikan sebagai pemalsuan intelektual.
“Putusan perdata memang dianggap sah. Tapi bila dasar buktinya sertifikat palsu, maka ranah pidana akan bicara. PN Bitung dan para pihak bisa tersandung hukum di kemudian hari,” ujar Efraim dengan nada tegas.
Ia juga memperingatkan, jika PN Bitung tetap nekat mencairkan dana konsinyasi Pertamina, maka Ketua PN dapat terseret ke ranah Tipikor.
“Bila benar pencairan dilakukan, itu bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan potensi tindak pidana korupsi,” tambahnya.
Hingga berita ini diturunkan, Ketua PN Bitung Johanis Dairo Malo belum dapat dikonfirmasi.
Sementara itu, publik menanti sikap tegas aparat penegak hukum dalam membongkar dugaan permainan mafia tanah yang berulang kali mencederai rasa keadilan masyarakat.
Editor :Tim Sigapnews