Hondro Penuhi Panggilan Polda Riau Terkait Dugaan UU ITE, Sebut FZ Eks Napi, Ini Faktanya

S Hondro didampingi kuasa hukumnya, DR. Martin Purba, SH, MH saat berjumpa.
PEKANBARU — S. Hondro resmi memenuhi undangan klarifikasi dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau, Selasa (11/6/2025), terkait laporan dugaan penghinaan melalui media elektronik oleh seseorang berinisial FZ. Ia hadir didampingi kuasa hukumnya, DR. Martin Purba, SH, MH.
Dalam proses klarifikasi yang berlangsung di Mapolda Riau, penyidik mengajukan empat pertanyaan utama kepada S. Hondro (SH), termasuk mengenai dasar pernyataan yang menyebut FZ sebagai mantan narapidana.
Kuasa hukum SH menegaskan, semua pertanyaan dijawab kliennya dengan baik dan didukung bukti hukum yang sah.
“SH hadir memberikan keterangan sesuai dengan undangan yang diterimanya. Penyidik menyampaikan empat pertanyaan, dan semua dijawab dengan baik serta disertai dasar dan bukti yang kuat,” ujar DR. Martin kepada awak media usai mendampingi kliennya.
Salah satu pertanyaan penting dari penyidik menyangkut pernyataan SH yang menyebut FZ adalah eks narapidana. Menanggapi hal itu, SH menjawab bahwa pernyataannya mengacu pada putusan Mahkamah Agung RI Nomor 872K/Pid/2019 yang telah inkrah (berkekuatan hukum tetap).
“Klien saya menyatakan bahwa FZ adalah mantan narapidana berdasarkan putusan Mahkamah Agung nomor 872K/Pid/2019 yang sudah inkrah. Maka, menurut kami, pernyataan tersebut memiliki dasar hukum dan tidak mengandung unsur penghinaan ataupun pencemaran nama baik sebagaimana yang dilaporkan,” tegas DR. Martin.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa pemanggilan SH masih berada dalam tahap awal, yakni klarifikasi atau permintaan keterangan, bukan penyidikan. Ia pun membuka kemungkinan penghentian penyelidikan jika tak ditemukan unsur pidana.
“Kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Namun kami juga percaya, jika penyidik objektif menilai, tidak menutup kemungkinan perkara ini dihentikan melalui SP3,” imbuhnya.
Terkait penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), DR. Martin mengimbau masyarakat agar tidak gegabah membawa persoalan ke ranah pidana tanpa memahami substansi hukum yang berlaku.
“UU ITE jangan serta-merta digunakan untuk membawa perkara ke ranah pidana tanpa memahami substansinya. Ini bisa menambah beban aparat penegak hukum,” ujarnya mengingatkan.
Sebagai penutup, kuasa hukum SH berharap agar perkara ini tidak berlarut dan kedua pihak dapat menyelesaikan persoalan secara damai, mengingat hubungan keduanya yang dulunya akrab dan berasal dari kampung yang sama.
“Saya sebagai kuasa hukum berharap, FZ dan SH bisa kembali berteman seperti dulu. Persaudaraan dan perdamaian tentu lebih baik dari konflik yang berkepanjangan,” tutupnya.
Kasus ini menambah catatan penting soal pemanfaatan UU ITE di Indonesia. Masyarakat diimbau untuk lebih bijak menyikapi perbedaan pendapat di ruang digital, dan mengedepankan musyawarah dalam menyelesaikan konflik.
Editor :Tim Sigapnews