Kejari Sikka Terapkan Hukum Cinta Kasih, 3 Tersangka Dibebaskan!

Melalui penerapan Keadilan Restoratif, Kejari Sikka menghentikan penuntutan terhadap tiga tersangka kasus penganiayaan ringan.
Sikka – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sikka, Nusa Tenggara Timur, di bawah kepemimpinan Henderina Malo, SH, MH, kembali menunjukkan pendekatan humanis dalam penegakan hukum.
Melalui penerapan Keadilan Restoratif, Kejari Sikka menghentikan penuntutan terhadap tiga tersangka kasus penganiayaan ringan.
Rapat gelar perkara yang berlangsung pada Kamis, 20 Maret 2025, menghasilkan keputusan mengejutkan. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memerintahkan penghentian penuntutan setelah mempertimbangkan perdamaian antara korban dan tersangka.
Henderina Malo, sebagai Kepala Kejari Sikka, mengusung prinsip "Hukum Cinta Kasih" dalam menangani perkara pidana ringan. Pendekatan ini menitikberatkan pada kasih, pengampunan, dan kesempatan bagi tersangka untuk bertobat serta memperbaiki diri.
“Tuhan tidak pernah membatasi kasih-Nya, begitu pula kita seharusnya. Dengan saling mengasihi, hidup akan penuh kebahagiaan,” ujar Henderina Malo saat mediasi antara korban dan tersangka.
Kasus yang dihentikan ini melibatkan tiga warga Desa Woda Mude, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka, yaitu Aloysius Reku alias Alo, Margaretha Pela alias Mareta, dan Martha Mbu alias Martha.
Mereka didakwa melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan setelah terlibat percekcokan sepele yang berujung pada tindak kekerasan.
Atas inisiatif Henderina Malo, ketiga tersangka dan korban dipertemukan dalam mediasi penal. Dengan pendekatan persuasif dan didukung tokoh masyarakat, mereka sepakat berdamai dan saling memaafkan.
Hal ini menjadi dasar bagi Kejari Sikka untuk mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur.
Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, Zet Tadung Allo, SH, MH, setelah mempelajari berkas perkara, menyetujui permohonan tersebut dan mengajukannya ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum. JAM-Pidum pun memberikan lampu hijau untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020.
Keputusan ini diapresiasi banyak pihak sebagai langkah maju dalam reformasi hukum. “Saya mengapresiasi Kajari Sikka dan tim yang telah memfasilitasi penyelesaian perkara ini secara damai,” ujar Asep Nana Mulyana.
Dengan pendekatan humanis seperti ini, Kejari Sikka menunjukkan bahwa hukum tidak hanya tentang hukuman, tetapi juga keadilan dan kemanusiaan.
Editor :Tim Sigapnews