Sejak Kepulauan Meranti Tak Dibolehkan Berdagang Lintas Batas

Kepulauan Meranti dilarang lakukan perdagangan lintas batas. (Foto: Sigapnews/Brian)
Untuk saat ini, masyarakat di Meranti memang kesulitan untuk mendapatkan 9 bahan kebutuhan pokok dan termasuk makanan sehari-hari karena jika didatangkan dari Pulau Jawa dan Sumatera, tentu memakan waktu dan memerlukan biaya angkut yang tinggi, sehingga begitu sampai di Meranti, harga menjadi mahal.
"Kondisi tersebut memicu inflasi yang tinggi di Kabupaten Kepulauan Meranti," kata Bupati Kepulauan Meranti, Irwan Nasir, akhir pekan lalu kepada pers di rumah dinas bupati di Selatpanjang.
Bupati berpendapat, bahwa untuk kepulauan-kepulauan seperti Meranti, perlu sebuah kebijakan khusus, yaitu diberikan fasilitas khusus untuk importasi barang dan bahan kebutuhan pokok khususnya dari Malaysia.
Sebelum Merdeka
Karena sebelum Republik Indonesia berdiri (Memerdekakan diri), demikian Irwan, masyarakat di Kepulauan Meranti sudah sangat terbiasa melakukan perdagangan antar kawasan, seperti menjual barang ke Malaysia, dan membeli bahan-bahan kebutuhan pokok juga dari Malaysia yang harganya relatif lebih murah karena biaya angkut relatif tidak mahal.
Namun dengan adanya pemisahan negara, dengan telah berdirinya NKRI, lanjut kata Irwan, dengan adanya batas-batas negara yang harus dipatuhi oleh semua warga negara, ini menyebabkan perdagangan lintas batas antara Kepualauan Meranti dengan Malaysia menjadi terhambat.
Kondisi itu yang kemudian menurut bupati, menyebabkan masyarakat di Kepulauan Meranti menjadi sulit mendapatkan sembilan bahan kebutuhan pokok dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
"Kalau dulu masyarakat Kepulauan Meranti cukup dengan mengirimkan dengan teman-temannya yang berangkat ke Malaysia menggunakan kapal-kapal pompong, mungkin dalam ukuran 5 sampai 10 ton, cukup menitipkan karet, kelapa, kayu teki, yang dijual di Malaysia dan kemudian dibelikan ke bahan kebutuhan pokok dari Malaysia," kata dia.
Kata Irwan, lebih dari hasil penjualan produk pertanian Meranti ke Malaysia tersebutlah yang kemudian digunakan untuk biaya pendidikan anak, biaya kesehatan anak, dan lainnya.
Saat ini, kata dia, kondisi tersebut sedikit terganggu dengan adanya batasan-batasan lewat perjanjian lintas batas antara Indonesia dengan Malaysia.
Harapkan Jalan Keluar
Jadi untuk itu, kata Irwan, dapat kiranya pemerintah pusat memberikan sebuah jalan keluar kepada masyarakat.
"Hal ini agar bagaimana masyarakat di Meranti bisa kembali beraktivitas sebagaimana aktivitas nenek moyang mereka beberapa puluh tahun dan bahkan ratusan tahun yang lalu," katanya.
Dengan demikian, kata Irwan, maka kehadiran Indoensia ini benar-benar menjadi rahmad bagi masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti. (*)
Editor :Tim Sigapnews