Soal RAPBN, Fahri Hamzah: DPR Perlu Disiplinkan KPK

Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah menunjukkan surat pemecatan dirinya pada jumpa pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 29 April 2016. (Photo: Sigapnews/Istimewa)
"DPR harus memulai tradisi mendisiplinkan pejabat negara yang berhubungan dengan DPR," kata Fahri lewat pesan pendek menanggapi usul pemboikotan rapat pembahasan anggaran kepolisian dan KPK, Rabu, 21 Juni 2017.
Usul agar DPR tidak membahas anggaran 2018 untuk KPK dan Polri datang dari anggota Pansus Hak Angket KPK, Muhammad Misbakhun. Menurut dia, KPK dan kepolisian tidak mau menaati Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD ihwal menghadirkan dan menjemput paksa tersangka dugaan kesaksian palsu dalam perkara korupsi e-KTP, Miryam S. Haryani.
Panitia angket sebelumnya meminta izin KPK agar Miryam dapat dihadirkan untuk memberi penjelasan seputar dugaan ancaman yang diduga dilakukan sejumlah anggota Komisi Hukum. Namun KPK menolaknya lantaran dianggap menghalangi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Adapun Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menyatakan menolak menjemput paksa Miryam bila tidak hadir setelah dipanggil DPR tiga kali. Tito beralasan pemanggilan paksa itu tidak jelas hukum acaranya.
Namun, Wakil Ketua Panitia Angket Risa Mariska mengatakan belum ada kesepakatan di internal pansus terkait dengan usul Misbakhun memboikot pembahasan anggaran KPK dan kepolisian.
Menurut Fahri, DPR perlu menggunakan kewenangannya yang besar itu bila ada gejala sebuah lembaga pemerintah tidak mau diawasi atau menolak diawasi. Pasalnya, pengawasan yang dilakukan DPR merupakan perintah dari konstitusi.
Ia menambahkan, panitia angket merupakan lembaga penyelidikan tertinggi di Indonesia. Karena itu, pengaruh angket bagi kehidupan masyarakat sangat besar. "Karena itulah harus wibawanya ditaati dan diikuti sebagai pengawas tertinggi," ujar Fahri Hamzah.(*)
Editor :Tim Sigapnews