Sumut
Pengamat: Soal Calon Gubernur, Sikap Bendahara Golkar Beda Dari Keputusan Partai

Pengamat Sosial dan Politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Muryanto Amin.(Photo: Sigapnews/Anden)
SIGAPNEWS.CO.ID | MEDAN - "Perbedaan itu pasti. Apalagi di Golkar kalau soal calon gubernur, tidak pernah dalam sejarah itu sama."
Begitulah ungkapan dari Pengamat Sosial dan Politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Muryanto Amin saat diwawancarai, Senin (19/6/2017).
Komentar Muryanto ini sekaligus menyasar sikap yang ditunjukkan Ketua Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Sumut Akbar Himawan Bukhari.
Akbar melontarkan dukungan kepada Tengku Erry Nuradi untuk maju pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut periode 2018 2023 mendatang.
Dukungan ini disampaikan Akbar saat menghadiri acara buka puasa bersama Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi dan para pengurus Hipmi Sumut, Jumat (16/6/2017) lalu.
Pernyataan Akbar ini dinilai kontradiktif dengan sikap politik Golkar Sumut. Padahal, Akbar diketahui masih menjabat sebagai Bendahara DPD Golkar Sumut.
Sedangkan seluruh jajaran pengurus daerah partai berlambang Pohon Beringin itu telah membulatkan suara mendukung Ngogesa Sitepu pada Rapimda Golkar Sumut beberapa waktu lalu. Dukungan ini sedang menunggu keputusan final pengurus pusat Golkar.
Menurut Muryanto Amin, sikap Akbar itu merupakan hal normal. Namun idealnya, seorang kader mesti loyal terhadap putusan partai. Apalagi yang bersangkutan masih menjabat sebagai pengurus inti partai tersebut.
"Golkar tetap saja akan berbeda, meski sudah ada keputusan formal. Pertanyaannya, berani tidak orang yang berbeda itu muncul ke permukaan," kata Dekan FISIP USU yang akrab disapa Muri ini.
Ia mengingatkan sejarah politik Golkar pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut 2008-2013 lalu. Saat itu, suara Golkar dikabarkan terpecah lantaran perbedaan pendapat sejumlah kader.
Golkar saat itu memutuskan mengusung Ali Umri. Sedangkan sebagian kader lainnya tetap mendukung Syamsul Arifin.
Mantan Bupati Langkat dua periode itu akhirnya maju menggunakan partai politik lain, yakni PPP, PKS, PBB, PKPB, PKPI, PSI, PDK, Partai Patriot Pancasila, Partai Merdeka, PPDI, dan PPNUI.
Meski tak memperoleh dukungan formal dari Golkar, Syamsul Arifin yang saat itu berpasangan dengan Gatot Pujo Nugroho akhirnya berhasil meraih perolehan suara terbanyak mengungguli para kompetitornya.
Yakni Tritamtomo-Benny Pasaribu (PDI Perjuangan), Abdul Wahab Dalimunthe-Muhammad Syafii (Partai Demokrat, PBR dan PAN), RE Siahaan-Suherdi (PDS, PKB, PPIB, PPD, PNI Marhaenisme, PDSB, Partai Pelopor, dan PNBK) dan Ali Umri-Maratua Simanjuntak (Golkar).
Sikap Akbar itu sebelumnya juga telah mendapat respons dari pengurus pusat Golkar, yakni Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Sumatera I (Aceh dan Sumut) DPP Golkar, Andi Sinulingga.
"Biasa lah, dendang tari politisi," kata Andi saat dihubungi, kemarin.
Menurut Andi, sikap yang diperlihatkan Akbar itu normal, sebagai bagian dari dinamika politik yang mulai menghangat jelang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut Periode 2018-2023 mendatang. Perbedaan pendapat yang terjadi pada tubuh partai, lanjutnya, juga merupakan hal biasa.
Namun demikian, kata Andi, terdapat ucapan Akbar yang dinilai kurang tepat. Sebab, setiap kader maupun pengurus mesti menaati dan loyal terhadap setiap keputusan partai.
"Sepanjang belum ada keputusan partai, tapi jika partai sudah memutuskan, biasanya kader-kader dan pengurus loyal dengan keputusan partai. Apa yang terjadi hari ini harus dipandang sebagai dinamika politik biasa saja, enggak perlu dibesar-besarkan," katanya.(*)
Begitulah ungkapan dari Pengamat Sosial dan Politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Muryanto Amin saat diwawancarai, Senin (19/6/2017).
Komentar Muryanto ini sekaligus menyasar sikap yang ditunjukkan Ketua Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Sumut Akbar Himawan Bukhari.
Akbar melontarkan dukungan kepada Tengku Erry Nuradi untuk maju pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut periode 2018 2023 mendatang.
Dukungan ini disampaikan Akbar saat menghadiri acara buka puasa bersama Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi dan para pengurus Hipmi Sumut, Jumat (16/6/2017) lalu.
Pernyataan Akbar ini dinilai kontradiktif dengan sikap politik Golkar Sumut. Padahal, Akbar diketahui masih menjabat sebagai Bendahara DPD Golkar Sumut.
Sedangkan seluruh jajaran pengurus daerah partai berlambang Pohon Beringin itu telah membulatkan suara mendukung Ngogesa Sitepu pada Rapimda Golkar Sumut beberapa waktu lalu. Dukungan ini sedang menunggu keputusan final pengurus pusat Golkar.
Menurut Muryanto Amin, sikap Akbar itu merupakan hal normal. Namun idealnya, seorang kader mesti loyal terhadap putusan partai. Apalagi yang bersangkutan masih menjabat sebagai pengurus inti partai tersebut.
"Golkar tetap saja akan berbeda, meski sudah ada keputusan formal. Pertanyaannya, berani tidak orang yang berbeda itu muncul ke permukaan," kata Dekan FISIP USU yang akrab disapa Muri ini.
Ia mengingatkan sejarah politik Golkar pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut 2008-2013 lalu. Saat itu, suara Golkar dikabarkan terpecah lantaran perbedaan pendapat sejumlah kader.
Golkar saat itu memutuskan mengusung Ali Umri. Sedangkan sebagian kader lainnya tetap mendukung Syamsul Arifin.
Mantan Bupati Langkat dua periode itu akhirnya maju menggunakan partai politik lain, yakni PPP, PKS, PBB, PKPB, PKPI, PSI, PDK, Partai Patriot Pancasila, Partai Merdeka, PPDI, dan PPNUI.
Meski tak memperoleh dukungan formal dari Golkar, Syamsul Arifin yang saat itu berpasangan dengan Gatot Pujo Nugroho akhirnya berhasil meraih perolehan suara terbanyak mengungguli para kompetitornya.
Yakni Tritamtomo-Benny Pasaribu (PDI Perjuangan), Abdul Wahab Dalimunthe-Muhammad Syafii (Partai Demokrat, PBR dan PAN), RE Siahaan-Suherdi (PDS, PKB, PPIB, PPD, PNI Marhaenisme, PDSB, Partai Pelopor, dan PNBK) dan Ali Umri-Maratua Simanjuntak (Golkar).
Sikap Akbar itu sebelumnya juga telah mendapat respons dari pengurus pusat Golkar, yakni Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Sumatera I (Aceh dan Sumut) DPP Golkar, Andi Sinulingga.
"Biasa lah, dendang tari politisi," kata Andi saat dihubungi, kemarin.
Menurut Andi, sikap yang diperlihatkan Akbar itu normal, sebagai bagian dari dinamika politik yang mulai menghangat jelang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut Periode 2018-2023 mendatang. Perbedaan pendapat yang terjadi pada tubuh partai, lanjutnya, juga merupakan hal biasa.
Namun demikian, kata Andi, terdapat ucapan Akbar yang dinilai kurang tepat. Sebab, setiap kader maupun pengurus mesti menaati dan loyal terhadap setiap keputusan partai.
"Sepanjang belum ada keputusan partai, tapi jika partai sudah memutuskan, biasanya kader-kader dan pengurus loyal dengan keputusan partai. Apa yang terjadi hari ini harus dipandang sebagai dinamika politik biasa saja, enggak perlu dibesar-besarkan," katanya.(*)
Editor :Tim Sigapnews