Kwik Kian Gie Wafat, Rektor Universitas Paramadina: ndonesia Kehilangan Sosok Ekonom Kritis
Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini.
JAKARTA – Indonesia kehilangan salah satu tokoh ekonomi paling vokal dan berintegritas. Ekonom senior dan mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Kwik Kian Gie, wafat pada Selasa (29/7/2025).
Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, menyampaikan duka mendalam dan mengenang warisan pemikiran kritis Kwik yang selalu berpihak pada rakyat dan kedaulatan ekonomi nasional.
Suasana duka menyelimuti dunia intelektual dan ekonomi Indonesia setelah kabar kepergian Kwik Kian Gie dikonfirmasi.
Tokoh yang dikenal tajam dalam kritik dan tegas dalam prinsip itu meninggalkan jejak panjang dalam sejarah pemikiran ekonomi Indonesia.
“Kita kehilangan tokoh dan ekonom hebat, yang peranannya besar untuk koreksi dan check and balances bagi kebijakan ekonomi,” ujar Prof. Didik dalam pernyataannya, Selasa (29/7).
Prof. Didik mengisahkan bahwa Kwik telah menunjukkan ketajaman intelektual sejak 1980-an, saat jumlah ekonom kritis masih sangat terbatas.
Lulusan Nederlandse Economische Hogeschool di Rotterdam itu kerap melontarkan kritik keras terhadap kebijakan ekonomi yang dianggap tidak pro rakyat.
"Pada saat intelektual lain memilih bergabung dengan kekuasaan Orde Baru, Kwik tetap berdiri di luar dan memainkan peran sebagai pengawas independen," ungkap Didik.
Kwik merupakan bagian dari Kelompok Ekonomi 30, sekelompok ekonom progresif seperti Sjahrir, Rizal Ramli, dan Dorodjatun, yang rutin menyuarakan kritik melalui media massa. Namun sayangnya, banyak dari rekomendasi mereka kala itu tidak diindahkan.
“Sebelum reformasi, kritik mereka berbasis bukti akademik, tapi kebijakan ekonomi dikuasai kelompok Mafia Berkeley dan itu ambruk pada krisis 1997,” ujar Prof. Didik.
Pasca reformasi, Kwik sempat dipercaya menjabat sebagai Kepala Bappenas dalam Kabinet Presiden Abdurrahman Wahid dan kemudian sebagai Menko Perekonomian pada masa Presiden Megawati.
“Kwik selalu lantang menolak dominasi asing, utang luar negeri, dan konglomerasi yang merugikan rakyat,” tegas Didik. “
Ia juga memperingatkan pentingnya menjaga BUMN sebagai aset vital bangsa.”
Prof. Didik mengakhiri refleksinya dengan peringatan yang masih relevan hari ini: “Jika kita abai menjaga ekonomi nasional, maka kita hanya akan menjadi pelayan dari kepentingan asing. Danantara tidak boleh gagal.”
Kepergian Kwik Kian Gie bukan hanya kehilangan seorang ekonom, tetapi hilangnya kompas moral dalam diskursus kebijakan ekonomi nasional.
Warisan kritik, keberanian, dan integritasnya kini menjadi tanggung jawab generasi penerus untuk menjaga arah bangsa.
Editor :Tim Sigapnews