Komjak: RUU KUHAP Berpotensi Lemahkan Wewenang Kejaksaan dalam Pemberantasan Korupsi

Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Republik Indonesia, Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, S.H., M.H
Jakarta - Draf revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang beredar dinilai dapat mengurangi peran Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.
Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Republik Indonesia, Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, S.H., M.H., menyoroti revisi tersebut dan meminta agar kewenangan Kejaksaan tetap dipertahankan.
Draf RUU KUHAP tersebut disebut menghapus kewenangan Kejaksaan dalam penyidikan kasus korupsi, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yang memberikan kewenangan kepada jaksa untuk menangani tindak pidana khusus, termasuk korupsi.
"Jika di KUHAP tindak pidana korupsi tidak menjadi kewenangan Kejaksaan, ada agenda apa? Sementara Kejaksaan Agung telah membuktikan perannya dalam menangani kasus-kasus besar atau yang dikenal sebagai 'Big Fish'," tegas Pujiyono kepada wartawan.
Pujiyono yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret menjelaskan bahwa meskipun kewenangan Kejaksaan diatur dalam UU Kejaksaan, jika tidak dicantumkan dalam KUHAP, maka tindakan Kejaksaan dalam menangani kasus korupsi berpotensi digugat dalam praperadilan atau eksepsi di persidangan.
"Jika dalam undang-undang induk, KUHAP, kewenangan Kejaksaan tidak disebutkan dalam penanganan korupsi, maka itu akan menciptakan celah hukum. Ini akan menjadi masalah besar dalam implementasi hukum di Indonesia," tambahnya.
Pujiyono mendesak DPR RI, khususnya Komisi III, untuk segera membuka draf RUU KUHAP secara resmi kepada publik agar mendapatkan masukan lebih luas.
"Kita meminta DPR RI membuka draf ini secara resmi. Jika ada masukan dari masyarakat, tentu akan lebih baik. RUU KUHAP ini tidak hanya berlaku untuk lima tahun ke depan, tetapi bisa bertahan hingga puluhan tahun ke depan," jelasnya.
Lebih lanjut, Pujiyono menilai bahwa jika kewenangan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi dihapus, maka itu dapat dianggap sebagai bentuk impunitas bagi koruptor.
"Ini akan menjadi pukulan mundur bagi semangat pemberantasan korupsi yang sedang digalakkan Kejaksaan Agung. Jika kewenangan Kejaksaan dihapus, apakah ini bentuk kemenangan bagi koruptor? Biarkan masyarakat yang menilai," ujar Pujiyono.
Ia juga menegaskan bahwa DPR RI harus memastikan kewenangan Kejaksaan dalam menangani korupsi tetap diatur secara eksplisit dalam RUU KUHAP yang baru.
Menurutnya, tidak cukup hanya beralasan bahwa kewenangan tersebut sudah diatur dalam UU khusus.
"Jaksa harus memiliki kewenangan dalam hukum materiil maupun formil. Jangan sampai ada anggapan bahwa kewenangan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi diamputasi dalam RUU KUHAP. Kita berharap ini hanya kesalahan teknis atau salah ketik belaka," harapnya.
Pujiyono juga meminta masyarakat untuk terus mengawal RUU KUHAP agar revisi yang dilakukan tetap memperkuat sistem hukum pidana Indonesia dan menjaga peran Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.
"Meskipun mungkin tidak ada niat untuk menghilangkan kewenangan Kejaksaan, tetapi dalam KUHAP harus secara eksplisit disebutkan bahwa Kejaksaan memiliki kewenangan dalam pemberantasan korupsi. Kita butuh dukungan publik agar RUU KUHAP ini tetap diawasi," pungkasnya.
Editor :Tim Sigapnews