Menguak Mitos Sejarah Islam Jawa Warisan Kolonial Belanda

Sarasehan Nasional di Pendopo Lembah Manah milik Nur Hidayat Ketua Komisi C DPRD Jepara, Selasa (6/5/2025).
JEPARA - Sarasehan Nasional bertajuk "Mengungkap Fakta Baru Sejarah Perkembangan Islam dan Hukum Islam di Jawa Abad 15-16 Masehi" digelar di Joglo Lembah Manah, Desa Rengging, Kecamatan Pecangaan, Jepara, pada Selasa malam, (6/52025), menghadirkan sejumlah pakar sejarah dari Jepara, Kudus, Jakarta, serta anggota DPRD Jepara.
Acara yang dimoderatori Ulil Abshor ini menghadirkan empat narasumber yakni Hadi Priyanto (pemerhati sejarah Jepara), Nur Hidayat (Ketua Komisi C DPRD Jepara), Moh Aslim Akmal (pemerhati sejarah Kudus), dan Sariat Arifia (peneliti sejarah kerajaan Islam dari Jakarta).
Hadir pula perwakilan Lesbumi, IPNU-IPPNU, akademisi, tokoh masyarakat dan agama.
Dalam pembukaan, Ulil Abshor menyebut sejak era kolonial Belanda terjadi distorsi sejarah, termasuk pembelokan peran tokoh Islam.
“Sejarah ditulis dengan perspektif penjajah, bukan dari sudut pandang bangsa sendiri,” ujarnya.
Nur Hidayat menyampaikan pentingnya meluruskan narasi sejarah, khususnya seputar Ratu Kalinyamat yang sempat ditolak sebagai pahlawan nasional karena mitos puasa telanjang.
“Fakta dari catatan penjelajah Portugis membuktikan bahwa Ratu Kalinyamat adalah pejuang maritim yang melawan Portugis di Malaka,” ungkap Nur.
Moh Aslim Akmal mengungkap adanya propaganda melalui seni seperti ketoprak yang menggambarkan Ratu Kalinyamat bertapa telanjang. Ia juga menyoroti tokoh-tokoh seperti Sunan Kudus dan Sunan Prawoto yang difitnah penuh intrik kekuasaan.
“Padahal mereka adalah ulama penyebar Islam dan pejuang bangsa,” tegasnya.
Sariat Arifia menjelaskan hasil penelitiannya terkait pengaruh Pasai pada makam-makam di Selat Muria dan posisi strategis Jepara di bawah Ratu Kalinyamat sebagai pelabuhan dagang.
“Saya sudah meneliti hingga Malaka, Aceh, dan Pasuruan,” katanya.
Dr. Djoko Tjahyo menyoroti strategi dakwah Sunan Kudus yang akomodatif terhadap budaya lokal.
“Framing negatif dalam babad Tanah Jawa perlu diluruskan agar tak merusak hubungan sosial masyarakat,” ujarnya.
Sriyanto mengingatkan bahwa penulisan sejarah harus berdasarkan sumber yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Narasi seperti puasa telanjang itu merendahkan martabat dan sangat berbahaya jika terus dipercaya,” jelasnya.
Sarasehan ini menghasilkan kesepakatan bersama untuk tidak lagi mempercayai narasi sejarah permusuhan antartokoh Islam Jawa yang bersumber dari naskah kolonial.
“Kita harus akhiri warisan perpecahan yang sengaja diciptakan penjajah,” tutup Nur Hidayat.
Editor :Tim Sigapnews