Medan
Suyadi San: Ini Penyebab Teater Tradisi Mulai Meredup

Pementasan Teater tradisi meredup sungguh memprihatinkan.(Photo: Sigapnews/Anden)
SIGAPNEWS.CO.ID | MEDAN - Perkembangan teater tradisi di kebudayaan Indonesia mulai meredup menurut Peneliti Balai Bahasa, Suyadi San.
Baginya, banyak faktor yang menyebabkan teater tradisi tidak berkembang di Indonesia, satu di antaranya yaitu infiltrasi budaya asing.
"Perkembangannnya sungguh memprihatinkan, di sekolah baik dan perguruan tinggi jika ada perekrutan sedikit sekali yang mendaftar, " ujarnya kepada Tribun-medan.com, Senin (19/6/2017).
Menurut Suyadi, teater tradisi merupakan teater yang palong awan muncul dibanding teater modern. Alasannya teater tradisi muncul dari akar kebudayaan agraris yang hadir dulian daripada kebudayaan ruralis dan urban.
Suyadi menjelaskan teater tradisi bersatu dengan alam dan karakter masyarakat setempat.
"Biasanya ditampilkan pengusiran roh jahat atau yang berkaitan dengan hal gaib," jelasnya.
Ia menuturkan, pada Sumatera Utara yang multikultur memiliki teater tradisi yang bermacam-macam. Seperti Opera Batak, Ketoprak Dor, Teater Bangsawan dan lainnya.
Namun, perkembangan teater tradisi do Sumut bagi Suyadi sangat minim.
"Seperti Gundala dan Hoda-Hoda yang sudah jarang dimainkan," ujarnya.
Padahal Bagi Suyadi, Ki Hajar Dewantara pernah mengatakan bahwa puncak kebudayaan daerah adalah kebudayaan nasional. Sehingga apabila kebudayaan antar daerah hidup, maka kebudayaan nasional di mata dunia dapat dikenal.
"Orang eropa di sana tidak mengenal tor-tor, tidak mengenal wayang, tapi bila kita mainkan di sana mereka mengenalnya, itu adalah budaya Indonesia," jelasnya.
Ia berharap generasi muda lebih sadar dan mau mengembangkan budaya di bidang teater.
Suyadi juga menginginkan pemerintah menyediakan ruang bagi komunitas teater untuk berkarya.
"Seperti festival-festival budaya yang sudah sangat jarang diadakan," imbuhnya.(*)
Baginya, banyak faktor yang menyebabkan teater tradisi tidak berkembang di Indonesia, satu di antaranya yaitu infiltrasi budaya asing.
"Perkembangannnya sungguh memprihatinkan, di sekolah baik dan perguruan tinggi jika ada perekrutan sedikit sekali yang mendaftar, " ujarnya kepada Tribun-medan.com, Senin (19/6/2017).
Menurut Suyadi, teater tradisi merupakan teater yang palong awan muncul dibanding teater modern. Alasannya teater tradisi muncul dari akar kebudayaan agraris yang hadir dulian daripada kebudayaan ruralis dan urban.
Suyadi menjelaskan teater tradisi bersatu dengan alam dan karakter masyarakat setempat.
"Biasanya ditampilkan pengusiran roh jahat atau yang berkaitan dengan hal gaib," jelasnya.
Ia menuturkan, pada Sumatera Utara yang multikultur memiliki teater tradisi yang bermacam-macam. Seperti Opera Batak, Ketoprak Dor, Teater Bangsawan dan lainnya.
Namun, perkembangan teater tradisi do Sumut bagi Suyadi sangat minim.
"Seperti Gundala dan Hoda-Hoda yang sudah jarang dimainkan," ujarnya.
Padahal Bagi Suyadi, Ki Hajar Dewantara pernah mengatakan bahwa puncak kebudayaan daerah adalah kebudayaan nasional. Sehingga apabila kebudayaan antar daerah hidup, maka kebudayaan nasional di mata dunia dapat dikenal.
"Orang eropa di sana tidak mengenal tor-tor, tidak mengenal wayang, tapi bila kita mainkan di sana mereka mengenalnya, itu adalah budaya Indonesia," jelasnya.
Ia berharap generasi muda lebih sadar dan mau mengembangkan budaya di bidang teater.
Suyadi juga menginginkan pemerintah menyediakan ruang bagi komunitas teater untuk berkarya.
"Seperti festival-festival budaya yang sudah sangat jarang diadakan," imbuhnya.(*)
Editor :Tim Sigapnews